Meneladani Sikap Manusia Yang Dicintai Allah
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Suatu hari, seorang Syaikh membeli sebuah semangka di pasar. Tujuan utamanya, ingin membahagiakan keluarga nya. Ketika sampai di rumah, anggota keluarga nya marah marah dan tidak menyenangi semangka itu.
Syaikh berkata, Kepada siapa kalian marah? Kepada penjual? Pembeli? Penanaman? Atau Allah yang menciptakan nya?.
Jika kepada penjual, maka dia telah menjual dengan baik. Jika pembeli, ia telah memilih semangka yang paling baik, Jika kepada si penanam, ia telah menanam bibit unggulan. Jika kepada yang menciptakan, bertakwalah dan ridhalah atas segala ketetapan Nya.
Kemudian Syaikh itu membaca sebuah ayat Al Qur'an (QS.Al-Waqiah: 64) yang artinya Apakah kamu yang menumbuhkan tanaman itu atau Kami yang menumbuhkan nya.
Dalam ayat lain juga disebutkan, Dan di bumi terdapat bagian bagian yang berdampingan, kebun kebun anggur, tanaman tanaman, pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang: disirami dengan air yang sama, tetapi Kami lebihkan tanaman yang satu atas tanaman yang lainnya dalam hal rasa. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda tanda (kebesaran Allah), bagi orang orang yang mengerti (Ar-Raa'du: 4).
Akhirnya keluarga Syaikh itu sadar dan mereka pun mau memakan semangka itu, bahwa semangka itu merupakan karunia yang berharga dari sisi Allah bagi hamba Nya (dinukil dari karya Muhammad Yasir).
Kesabaran dan Kesetiaan.
Usman Al - Naisaburi pernah ditanya. Amal apakah yang pernah anda lakukan dan paling anda harapkan pahalanya?
Lalu dia bercerita, sejak berusia belia keluargaku selalu membujuk untuk mengawinkan aku dengan putri putri nya. Tetapi, aku selalu menolak. Suatu ketika, datanglah seorang wanita kepada ku. Dia berkata, Wahai Abu Utsman, sungguh hati ini tidak bisa berdusta. Aku benar benar mencintaimu. Aku mohon atas nama Allah, agar sudilah kiranya engkau menikah dengan ku.
Aku merasa kagum dengan ke terus terangan wanita itu. Maka untuk menghargainya aku segera menemui orang tuanya di rumah mereka yang sangat sederhana. Keluarga mereka ternyata miskin. Tapi, walaupun demikian, aku tetap memberanikan diri melamar wanita itu. Ya, melamarnya, mengambil keputusan besar dalam hidup ku (Abu Ustman). Tapi setelah akad nikah selesai, ketika wanita itu datang menemui, barulah mengetahui bahwa mata wanita itu juling, wajahnya sangat jelek, tidak cantik. Tetapi, ketulusan nya dalam mencintai ku. Ustman tidak sekalipun memperlihatkan wajah tidak senang. Semua itu di lakukan nya demi menjaga perasaan wanita tersebut, walaupun hati kecil diliputi kemarahan dan kekesalan.
Sampai akhirnya dia wafat kembali keharibaannya di akhirat, selama masa 15 tahun Ustman Al- Naisaburi dengan SABAR dan SETIA, menjaga perasaan dan ketulusan cinta wanita itu.
Ini pelajaran yang diperlihatkan oleh Ustman An Nasaburi. Ia mampu menata perasaannya dan konsisten dengan pilihannya. Dia berkontribusi besar dalam menyenangkan dan membahagiakan keluarga wanita itu, walaupun dirinya sendiri menderita setengah mati. Pekerjaan berat yang tidak semua suami bisa menjalaninya.Sangat susah. Karena itu, ia mengharapkan surga dari jalan ini.
Dinukil dari buku Muhamad Yasir, Jangan Hidup Jika Tak Memberi Manfaat, Pustaka Kautsar, 2019.***
*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan