Breaking News

Legal Opinion Lebih Ideal dari Skripsi

Tulisan oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id. - Untuk mencari di mana titik idealnya antara sistem penulisan dengan menggunakan pola LEGAL OPINION dengan menggunakan penulisan sebagai tugas akhir dari seorang mahasiswa pada program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Umumnya dengan pola SKRIPSI.

Ada baiknya kita melakukan perbandingan satu sama lain. 

Bicara membandingkan sesuatu, harus di cari persamaan dan perbedaan satu dengan yang lainnya (seperti kita akan membeli buah yang dihadapkan dengan satu pilihan), yang tentunya diharapkan hasil yang maksimal, tapi bukan tanpa kekurangan.

Persamaan (legal opinion dengan skripsi).

Persamaan, sama sama sebagai karya akhir dari seorang mahasiswa program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum, untuk persyaratan mengikuti ujian akhir (biasanya digunakan istilah komprehensif, atau ujian skripsi).

Dan sama sama menggunakan methoda penelitian hukum baik bercorak normatif maupun dan atau gabungan dengan yang bercorak empiris -- Soerjono Soekanto menyebut nya "Normatif Empiris - dengan bahan hukum Primer dan bahan hukum sekunder, serta juga menggunakan Data sekunder dan dilengkapi dengan dara primer - itupun tidak semua ahli hukum sepakat tentu ada sudut pandang lain ).

Sedangkan perbedaannya (legal opinion dengan skripsi) adalah:

SKRIPSI, analisis hukumnya tidak setajam pada Legal Opinion,. Skripsi sepertinya hanya menggambarkan suatu objek bahasan saja, kalau boleh dikatakan sebagai "hasil pemotretan", seperti adanya.

Pada skripsi yang dihadapi oleh mahasiswa kesukaran mencari bahan yang akan dijadikan teori sebagai pendukung permasalahan, di samping untuk mempertebal lembaran nya, sehingga mereka sering melakukan hal hal yang dilarang misalnya menciplak karya orang lain. Karena persyaratan ketebalan skripsi sudah ditentukan lembaga minimal misalnya 40 halaman dan lain-lain. Ini salah satu faktor mendorong terjadinya plagiat.

Sebaliknya pada bab pembahasan biasanya pada bab III, hanya sedikit mengulas persoalan dan biasanya pola umumnya hanya menggunakan methoda variabel Penegakan Hukum ( teori Soerjono Soekanto dan Satjipto Rahardjo yang dipakai, terutama yang penulis rasakan selama mengabdi sebagai tenaga akademik lebih kurang 40 tahun. Dan ini kebanyakan ditemukan di perguruan tinggi program studi ilmu hukum khususnya Sumatera Selatan.

Penegakan hukum hanya mengupas Efektif atau tidak suatu peraturan perundang-undangan (SOLLEN) dengan ketaatan subjek hukum dalam fakta (SAIN) dan sedikit mencantumkan faktor yang mempengaruhi.

Pembimbing pembantu selalu ditugaskan pada tugas bentuk terutama (tekhnis penulisan khususnya cara mengutip, baik methoda catatan kaki, atau catatan tengah tulisan. Baik cara kutipan langsung ataupun tidak langsung. Itupun kadang kadang terabaikan. Demikian juga sebenarnya tidak setiap alumnus setelah selesai akan menjadi seorang teoritis yang hobby menulis, kebanyakan mereka akan bercita cita sebagai praktisi.

Sedangkan pada sistem penulisan LEGAL OPINION, yang dikejar bukan jumlah halaman cukup mencantumkan Permasalahan dalam suatu kasus , dan menyelesaikan atau menganalisis fakta hukumnya, baik dari sumber tertulis ataupun praktek di lapangan.

Pada Legal Opinion untuk menjawab persoalan hukum terutama di dalam putusan pengadilan baik tingkat pertama maupun sampai tingkat akhir peradilan di bawah Mahkamah Agung, ataupun pada Mahkamah Konstitusi, serta Lembaga peradilan lainnya.

Untuk menjawabnya adalah hanya menggunakan methoda ilmu interpretasi (penafsiran). Baik penafsiran secara otentik interpretasi, historis interpretasi, sistematis interpretasi, gramatikal interpretasi, serta menggunakan sistem ekstensif interpretasi serta logika (argumentum a contrario). Prof. Dr. Soedikno Mertokusumo SH guru besar hukum acara perdata Universitas Gadjah Mada Yogyakarta serta mantan hakim, dalam bukunya Menemukan Hukum, beliau memisahkan antara makna interpretasi dengan metode argumentum.

Methoda penafsiran (interpretasi) seperti pada pola penulis legal opinion (harus menggunakan methoda penafsiran) jarang atau juga tidak ada dalam penulisan karya tulis akhir yang namanya Skripsi.

Dan kelemahan penulisan pola skripsi ini dirasakan oleh pimpinan fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, di saat memberikan penjelasan pada acara jumpa pers hari Selasa 6 Juni 2024. 

Saat menyampaikan hasil tim investigasi atas kasus plagiat skripsi yang sempat viral di media.

Demikianlah beberapa informasi yang penulis sampaikan, sebagai tanggung jawab mantan tenaga dosen di Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta hampir 40 tahun menjelang purna bakti, juga menyampaikan amanat yang pernah penulis terima saat menjabat Pembantu Dekan bidang akademik di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (1993-1997), saat mengikuti rapat rapat dan saran dari Konsorsium Ilmu Hukum yang pernah di ketua oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja SH LLM  (Universitas Padjadjaran) sekretaris Prof.Mardjono Reksodiputro SH (Universitas Indonesia). Yang anggotanya antara lain.

Prof. Dr. Muladi, SH (Undip).

Prof. Dr. Satjipto Rahardjo SH (Undip).

Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak SH (UGM).

Yang intinya Konsorsium Ilmu Hukum menyarankan mengganti pola " Skripsi" dengan Legal Opinion ". Namun disayangkan belum semua perguruan tinggi negeri dan swasta yang menerapkan nya, sebagaimana penulis ketahui. Mungkin mereka terbentur dengan istilah skripsi sudah di atur formal di dalam transkrip nilai maupun aturan lainnya. ***

*) Penulis adalah Pengamat Sosial dan Hukum.