Makna "Ketuhanan Yang Maha Esa" Sila Pertama Pancasila
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Setelah bung Hatta berhasil dalam lobbying nya dengan tokoh tokoh Islam, esok paginya tanggal 18 Agustus 1945 sebelum sidang panitia persiapan dimulai, bung Hatta beserta Ki Bagoes Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Tengku Hasan dari Sumatera mengadakan rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah "tujuh kata" dalam piagam Jakarta. Supaya jangan sampai PECAH (huruf kapital oleh penulis) sebagai bangsa, mereka mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantinya dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Pada perkataan KETUHANAN ditambah perkataan YANG MAHA ESA ( huruf kapital oleh penulis). Amendemen itu diajukan oleh Ki Bagoes Hadikusumo ( Endang Saifuddin Anshari, 1997).
Prawoto Mangkusasmito membuat catatan, waktu dirinya ketemu dengan Ki Bagoes Hadikusumo dan bertanya apa arti "Ketuhanan Yang Maha Esa" itu, maka jawab beliau singkat sekali, yaitu TAUHID. Dan ini tidak dibantah oleh Mr. Tengku Mohammad Hasan (Prawito Mangkusasmito dalam Endang Saifuddin Anshari - idem).
Kalau kita maknai kata Tauhid, adalah sebuah istilah dari pengajian agama Islam, artinya percaya kepada keesaan Tuhan. Salah satu surat Al Qur'an yang mengajarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah surat Al Ikhlas (QS.112), terdiri dari empat ayat;
1, Katakan; Ia- Allah yang tunggal;
2, Allah -lah tempat sekalian (mahluk) bergantung;
3, Dia tidak beranak, dan tidak siapapun sebaya diperanakkan;
4, Dan tidak ada siapapun sebaya dengan Dia. Tafsir Quran oleh A. Hasan.
Pengertian dan kesadaran tentang Tuhan Yang Maha Esa bagi tiap tiap pengikut agama hanya dapat diperoleh dari Kitab Suci dan sumber sumber lain ajaran agama masing masing. Seperti misalnya bagi agama Islam dari Al Qur'an dan Sunnah Rasul. Dengan demikian, falsafah negara itu memberi ikatan bersama antara warga dan berbagai agama, membuat Republik Indonesia kokoh dan kuat.
Sebagai akhir penulisan artikel ini , penulis teringat dengan ucapan Bung Karno saat membahas perinsip Ketuhanan saat beliau pidato 1 Juni 1945 dua puluh satu hari sebelum Piagam Jakarta ditandatangani panitia sembilan.
Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan tetapi masing masing orang Indonesia hendaknya bertuhan nya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad Saw, orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab kitab yang ada pada nya. Tetapi marilah kita semua ber Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap tiap orang nya dapat menyembah Tuhan nya dengan cara yang leluasa.
5 Juli 1959
Pasal 29 UUD 45
1, Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2, Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agama masing masing dan untuk beribadah menurut agama nya dan kepercayaannya itu.***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan