Indonesia Emas Harus Membuat Jembatan Emas Dahulu
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Dua kata EMAS pada kalimat judul artikel memang secara historis pernah disampaikan oleh bung Karno pada saat beliau menyampaikan pidato 1 Juni 1945 di muka BPUPK (lihat buku berjudul Lahirnya Pancasila dan buku Lahir Undang Undang Dasar 1945 yang disusun oleh Soeripto).
Waktu itu bung Karno belum menyebut Indonesia Emas, karena memang negara Indonesia belum merdeka (belum ada).
Beliau menggunakan istilah lain tapi bermakna sama yaitu "Jembatan Merdeka dan Jembatan Emas".
Sekarang kita baru mengenal istilah ke tiga Indonesia Emas, yang dicanangkan oleh bangsa Indonesia pada tahun 2045 saat memperingati hari proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ke 100 tahun (satu abad) insyaallah.
Untuk mencapai Indonesia Emas, tentu bukan sekedar dalam "mimpi", harus dicapai dengan usaha keras dari semua elemen bangsa dan negara kita.
Bung Karno dalam menguraikan prinsip ke 4 yaitu kesejahteraan sosial: tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.
Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum kapital nya merajalela, ataukah yang semua rakyat nya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang -pangan kepada nya.
Kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan Demokrasi barat, tetapi Permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik -ekonomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.
Maka oleh karena itu, jika kita memang betul betul mengerti, mengingat, mencintai Rakyat Indonesia, mari kita jalankan perinsip Sociale rechtvaardigheid ini, yaitu segala persamaan politik, ekonomi artinya kesejahteraan bersama yang sebaik baiknya.
Menutup pembicaraan pada masalah point' ke empat yaitu kesejahteraan sosial kita kutip : Saya seorang Islam, saya demokrasi karena saya orang Islam saja menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap tiap kepala negara pun dipilih. Tidaklah agama Islam mengatakan bahwa kepala kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mukminin, harus dipilih rakyat. ..... Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes Hadikusumo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan.mangkat, meninggalkan dunia, janganlah anaknya Ki Bagoes Hadikusumo dengan sendirinya dengan otomatis menjadi pengganti Ki Bagoes Hadikusumo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada perinsip monarchie itu (isi pidato bung Karno di depan BPUPK tanggal 1 Juni 1945, Percetakan dan penerbit Dua-R, Bandung, 1947, hal 21).***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan