Menulis untuk Kebaikan
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Menulis bukan lah suatu hal yang berat, semua orang pada dasarnya bisa untuk menulis, hanya tinggal kemauan mau atau tidak itu saja.
Menulis memang selain kemauan juga, keinginan Tahuan seseorang dalam suatu kajian yang bermanfaat.
Menulis merupakan cara untuk memberi manfaat kepada banyak orang. Coba baca sejarah para ulama; di samping belajar mereka banyak menulis kitab kitab yang sangat bermanfaat. Mereka melakukan semuanya dengan ikhlas, sehingga kitab kitab mereka hasilnya bisa berumur panjang. Tangan mereka tidak lelah untuk menulis apa yang mereka dapatkan di saat membaca dan mentransfer kepada orang lain.
Abu Al-Muzhaffar, cucu Ibnu Al-Jauzi ( bnu Qayyim Al -Jauziyah, menulis salah satu bukunya berjudul ZADUL MA'AD, (bekal perjalanan akhirat) edisi lengkap tahqiq Abdul Qadir al-Arna'uth dan Syu'aib Al Arna'uth, lima jilid).
Pernah berkata, aku mendengar kakekku di atas mimbar, sebelum meninggal dunia,. Aku menulis dua ribu jilid dengan jemariku. Yahya bin Ma'in berkata, aku menulis ribuan hadits dengan tanganku".
Benar kata penyair;
Dan tiada seorang penulis itu, kecuali akan sirna.
Tapi apa yang dia tulis dengan tangannya akan kekal sepanjang masa.
Maka jangan engkau menulis buku yang buruk. Di hari kiamat engkau pun melihatnya akibat buruk nya.
Catatan untuk kita generasi sekarang yang sering menggunakan sarana media sosial (Facebook, WhatsApp, messenger, Twitter dan lain lain aplikasinya jangan sampai menulis atau memposting hal hal yang buruk , nanti akan dipertanggungjawabkan di akhirat).
Ada kalanya seorang menulis buku untuk mengumbar syahwat, memuaskan hawa nafsu, menebar syubhat, dan menggoncang akidah, sekarang istilah populernya HOAX; maka lembaran keburukan nya di dapat saban hari, setiap jam, setiap detik, menjelma tumpukan keburukan. Setiap kali ada yang membaca buku atau tulisan nya itu, mereka terjebak dalam keburukan nya. Apalagi berakibat sang penulis, pengarang mendapatkan upah. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri. Dan kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan (Al Baqarah: 79).
Kata kata yang tertulis kadang lebih bisa menoreh di hati daripada sebilah pedang. Karena itu, Habib bin Aus Aththai berkata:
Pukulan seorang penulis dengan ujung jarinya, lebih mematahkan, dari pada pedang yang tajam. Jika kau ingin memusuhi yang harus, tumpahkan darah mereka dengan mata pena.
Kitab Bidayatul Mujtahid, karya filosuf sekaligus al-Faqih Ibnu Rusyd yang ditulis pada abad ke VI H. Walaupun dalam suasana konflik elit politik internal maupun eksternal antara Dinasti Muwahhidin dan Dinasti Murabittin (kawasan Barat - Islam),
Dalam suasana konflik itu lah dunia Islam diserang oleh tentara salib dari Barat dan tentara Tartar dari Mongolia. Suasana konflik itu ternyata tidak mengendorkan Ibnu Rusyd untuk berkarya, tetapi justru mendorong dirinya aktif berkreasi dalam lapangan ilmu diantaranya yang menonjol Filsafat, Kedokteran, Fiqh/usul fiqh yang tertuang dalam Bukunya yang terkenal dan bisa kita baca hingga sekarang berjudul Bidayatul Mujtahid. Yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata pengantar menteri agama Republik Indonesia bapak Muhammad Tolchah Hasan, 4 Rajab 1421 H- 3 Oktober 2000 M (tiga jilid). ***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan