Empat Dimensi Keputusan Dalam Demokrasi Pancasila
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Konsep "deliberative democratie", merupakan satu keputusan dianggap baik jika memenuhi empat kriteria, yaitu faktual, mempertimbangkan orang banyak, berdimensi maslahat, demi publik dan imparsial.
Pada kriteria pertama, keputusan dianggap baik jika keputusan itu bersifat faktual dan tidak hanya bersumber pada teori semata, berdasarkan fakta yang ada di lapangan oleh karena itu menjadi penting bagi para politisi untuk ikut serta di dalam perdebatan akademik dengan latar belakang penelitian mendalam supaya keputusan itu tidak bersifat subjektif partai politik saja tetapi berdasarkan fakta fakta yang berkembang di masyarakat.
Kedua, dianggap baik kalau mempertimbangkan kepentingan banyak orang bukan pada individu individu. Satu keajaiban di Indonesia dimana satu keputusan sudah dikekang oleh satu pribadi tertentu sehingga respublica ini sudah berubah menjadi resprivate. Ini menjadi satu penghianatan besar bagi demokrasi.
Ketiga, keputusan yang baik berdimensi atau memikirkan kemaslahatan jangka panjang, bukan hanya hari ini dan di sini saja serta mempertimbangkan generasi generasi mendatang.
Keempat, keputusan politik dianggap benar jika keputusan itu bersifat "imparsial", adil dan tidak bersifat parsial, karena imparsial adalah menyertakan sebanyak mungkin orang dari aliran manapun dan agama apapun dan sebagainya dalam satu keputusan politik yang akan ditetapkan.
Kalau kita lihat sila keempat dalam Pancasila adalah suatu yang persis, yaitu ingin memenuhi prinsip keadilan tersebut melalui musyawarah mufakat. Yaitu demokrasi kerakyatan di bawah hikmah kebijaksanaan lewat konsensus, lewat rasional yang baik, Permusyawaratan dan perwakilan.
Namun perwakilan yang dimaksudkan harus lewat representatif demokrasi, intinya seluruh nya berdasarkan proses proses Deliberative.
Begitu pula prinsip demokrasi dalam sila kedua, dengan merujuk perkataan Soekarno bahwa nasionalis Indonesia adalah bukan nasionalis chauvinisme akan tetapi nasionalisme yang terbuka seluas udara. Dan konsep nasionalisme Soekarno ini, sekaligus merupakan pikiran pikiran kosmopolitan demokrasi Indonesia ketika itu untuk meng- counter pikiran pikiran teritorial yang berkembang seperti Amerika yang menimbulkan banyak korban - seperti Irak dan sebagainya.
Pada sila ketiga, persatuan Indonesia adalah bicara persatuan berarti kita mengalami perbedaan, di dalam perbedaan sekecil apapun harus diakomodasi di dalam proses politik, karena konsensus tidak hanya mempertimbangkan suara suara partai politik.
Kalau hanya partai politik yang diperhitungkan maka akan ada dan banyak kelompok kelompok yang tidak punya representasi di parlemen, contohnya Australia - sampai sejauh ini- suku Aborigin tidak akan pernah mendapatkan representasi di parlemen, karena dalam proses liberal demokrasi one man one vote dipastikan susah terwakili dalam proses politik yang terjadi.
Kepatutan agar kelompok kelompok minoritas untuk mempunyai perwakilannya sudah diantisipasi oleh pikiran pikiran demokrasi pluralis, yakni yang memperjuangkan demokrasi tidak hanya partai politik atau individu individu melainkan juga kelompok kelompok sosial yang ada (seperti kelompok kelompok akademisi di perguruan tinggi harus didengarkan: contoh kongkrit dewasa' ini sedang kita alami dalam proses pilpres 2024).
Secara prinsip bahwa setiap individu harus diperhitungkan setara kecuali dengan kesetaraan itu akan menimbulkan orang orang tidak punya perwakilan di parlemen.
Kemudian pada sila kelima, persis seperti konsep "Republikanisme Developmental" yaitu prinsip demokrasi yang mengandalkan bahwa demokrasi - seperti kata Bung Hatta, tidak hanya terbatas pada demokrasi politik tapi juga demokrasi ekonomi. Sebab kalau sebatas demokrasi politik mungkin semua orang tidak akan pernah bebas dan akan disubordinasikan oleh kekuatan kekuatan modal. Sila kelima ini persis ingin menjaga keseimbangan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, tentu saja dalam wilayah berkeadilan sosialnya.
Hal hal yang kita kaji di atas semua nya tidak terlepas dari Rechtside yang tertulis di dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945. Yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makmur dalam berkeadilan. ***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan