Negara Kekeluargaan
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Yang sangat penting dalam pemerintahan dan
dalam hal hidupnya negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara pemimpin
negara.
Meskipun dibikin
undang undang dasar yang menurut kata katanya bersifat KEKELUARGAAN, apabila
semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat
perseorangan, undang undang dasar pasti tidak ada gunanya dalam praktek.
Kalimat di atas
tercantum dalam penjelasan UUD 1945, suatu dokumen historis, dokumen politik
dan dokumen hukum yang sangat penting bagi bangsa Indonesia karena menjelaskan
faham atau Mazhab pemikiran yang menjadi dasar pembentukan negara
Republik Indonesia".
Sofian Effendi, 2008, mengatakan "Dasar filosofis
pembentukan negara Republik Indonesia adalah semangat kekeluargaan yang
merupakan kontekstualisasi dari paham kolektivisme, Mazhab pemikiran yang
bertentangan dengan semangat Perseorangan atau indivialisme.
Namun tragedi nasional telah terjadi. Sidang sidang MPR pada
1999-2002, telah menghapus penjelasan UUD 1945. Ketetapan MPR tersebut telah
menjadi sirna suatu dokumen yang amat penting, buah karya para bapak pendiri
bangsa yang mengandung landasan filosofis pembentukan negara dan cara
pengelolaan nya.
Hilanglah sudah untaian cita cita dan kebijakbestarian para
penyusun konstitusi tentang semangat, faham dan kerangka pikir dalam penyusunan
UUD 1945.
Disengaja atau tidak pimpinan dan anggota MPR Mada bakti
1999-2002, telah menyebabkan bangsa Indonesia terperosok ke dalam kegelapan
sejarah terputus hubungan dengan masa lalu.
Dengan menghilangkan penjelasan UUD 1945 itu para elit
bangsa telah menjadikan bangsa Indonesia yang tidak menghargai karya besar para
pendiri bangsa dan negara, bangsa yang tidak punya sejarah pemikiran hukum
tentang Konstitusi Negara.
Padahal di dalamnya terdapat wasiat pendiri bangsa bahwa
bangsa Indonesia secara social budaya adalah bangsa yang bersifat KOLEKTIVISTIK
karena sikap, pemikiran, perilaku dan tanggung jawab seorang warga bangsa
kepada kolektivitas nya berada di atas kepentingan individu.
Karena itu negara Republik Indonesia didirikan dengan
berlandaskan semangat kekeluargaan yang merupakan kontekstualisasi faham
kolektivisme sesuai corak budaya bangsa Indonesia.
Semangat kekeluargaan yang menjadi landasan filosofis dalam
pembukaan selanjutnya diterjemahkan dalam setiap pasal UUD 1945.
Namun, melalui empat kali amendemen, MPR telah menghilangkan
semangat kekeluargaan dari batang tubuh konstitusi.
Dalam pembukaan yang tidak tersentuh oleh pisau amendemen
MPR tidak mengalami perubahan, semangat kekeluargaan masih tertanam kuat.
Tapi pasal pasal dalam batang tubuh UUD telah kehilangan
ciri ciri aslinya yaitu SEMANGAT KEKELUARGAAN karena lebih berciri
INDIVIDUALISME atau bersifat perseorangan.
Sekarang setelah amendemen bukan semangat para penyelenggara
negara yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan pendiri negara Republik
Indonesia, tetapi ketentuan - ketentuan dalam UUD itu sendiri yang telah
BERSEMANGAT PERSEORANGAN, sehingga bertentangan dengan semangat kekeluargaan
yang berguna dalam rodanya pemerintahan dalam berbangsa dan bernegara.
Padahal nasihat Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya Kebudayaan
mengatakan bahwa kalau kita ingin membangun kebudayaan dan membangun hukum
jangan lepas dari sentral yaitu Pancasila sebagai nilai dasar budaya nenek
moyang yang telah dikristalisasi dalam sila sila Pancasila (lihat juga pidato
Bung Karno saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajahmada
Yogyakarta tanggal 19 September 1951, judul pidato nya Ilmu dan Amal.
Dalam istilah Ki Hadjar Dewantara adalah Konsentrisitas.
Di samping konsentrisitas, juga bersifat Kontinyuitas,
bermakna bersambung atau jangan putus dengan sejarah perkembangan masa lalu
dalam bahasa Soekarno Jangan lupa sejarah.
Serta Konvergensi bersifat terbuka dari unsur luar alias
bersifat terbuka atau dinamis. Tidak bersifat tertutup.
Teori Ki Hadjar Dewantara tersebut dikenal dengan teori Tiga
Kon.
Teori tersebut penulis dapatkan langsung dari murid beliau
Prof. Iman Sudiyat, SH disaat pembuatan thesis S2 di universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Beliau juga mantan rektor Universitas Taman Siswa
Yogyakarta. ***