Nasib Negara 5 Tahun Ke Depan Di Tangan MK?
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Nasib bangsa atau negara untuk lima tahun ke depan sangat ditentukan oleh keputusan sidang pleno Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang sedang memeriksa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tahun 2024. Di mana agenda nya sudah dimulai sejak tanggal 25 Maret 24 sampai tanggal 22 April 2024.
Tentu sudah kita ketahui bersama bahwa ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekarang adalah bapak Dr. Suhartoyo yang menggantikan posisi Dr. Anwar Usman yang terkena sanksi berat oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas proses jalan nya keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 90 PUU-XXI/23.
Akibatnya jumlah hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sekarang berjumlah delapan orang (menjadi genap). Namun secara normatif tidak ada masalah hukum yang akan timbul, karena telah diatur dalam Undang-undang Tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 24 tahun 2003. Khususnya Pasal 45 ayat 8 berbunyi Dalam hal musyawarah pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 7, tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.
Kalau kita renungkan bunyi Pasal 45 ayat 8 UUMK: begitu berat fungsi dan peran serta besar kekuasaan dari seorang ketua sidang pleno saat memutuskan suatu perkara khusus PHPU, karena menyangkut nasib negara untuk lima tahun kedepan.
Tentu dalam hal ini membawa konsekuensi kemandirian dan integritas seorang hakim, karena nanti di akhirat akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
Namun sebaliknya kalau niat adalah untuk keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; mudah mudahan akan membawanya ke jalan yang diredhoi Nya. Tentu ganjarannya pahala. Karena telah menjalankan amanah yang dipikulnya sesuai dengan prinsip keadilan dan kebenaran tanpa intimidasi dari pihak manapun. Aamiin.
Secara teori ilmu hukum memang seorang hakim pada asasnya tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya. Apapun hasilnya dalam memeriksa dan memutuskan perkara harus sampai titik final.
Menurut Prof. Dr. Soedikno Mertokusumo SH guru besar hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam bukunya "Mengenal Hukum" dan "Penemuan Hukum", Tugas hakim itu ada minimal 3 phase.
Pertama, identifikasi, mengumpulkan / menerima kasus kasus yang disampaikan.
Ketua, inventarisasi sekaligus identifikasi, dengan memilah dan memilih apakah dalam kasus tersebut ada nilai normatif. Sehingga perlu dilakukan pemisahan antara fakta hukum dan yang bukan.
Ketiga, yang sangat penting adalah proses penemuan hukum (penemuan keadilan).
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya harus dilakukan methoda yaitu methoda penafsiran (interpretasi) yaitu menafsirkan dari sisi: otentik interpretasi, gramatikal interpretasi, sistematis interpretasi dan historis interpretasi).
Apabila diperlukan bisa dengan Logical interpretasi. Yang disebut juga argumentum a contrario. Dan ekstensif interpretasi.
Dengan menggunakan metode penafsiran ini diharapkan akan mencapai tujuan hukum (teori barat : kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan).
Namun teori ini menurut Prof Dr. M.Koesno, SH (kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan) tidak cocok dengan RECHTSIDE (cita Hukum) bangsa Indonesia yang termuat dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945.
Yaitu salah satu: mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Istilah Prof Mr. Makmoen Soelaiman: mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makmur dalam berkeadilan.
Senada dengan ahli filsafat hukum O. Notohamidjojo, dalam bukunya Pokok Pokok Filsafat Hukum dan bukunya berjudul Keadilan, menyebutkan bahwa tujuan hukum adalah Memanusiakan Manusia Sesuai Kodratnya.
Kalau dalam bahasa populer nya yang dicari adalah kebenaran materiil, bukan kebenaran formal. Dengan cara membaca pasal pasal dalam UU secara kaku (formalistik).
Istilah Prof. Dr. Mahfud MD (juga Paslon nomor 03) dalam pidatonya di ruang sidang pleno hakim konstitusi tanggal 27 Maret 24 adalah keadilan dan kebenaran SUBTANTIP.
Allahu'lam (Allah SWT yang Maha Benar). ***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan