NKRI Sebagai Nation State
Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)
JENDELAKITA.MY.ID - Asas
normatif filosofi - ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila.
Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung),
diakui juga sebagai jiwa bangsa (Volgeis, jati diri nasional) Indonesia.
Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara konstitusional dan
institusional ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara filosofis - ideologis dan konstitusional, bahkan
kultural negara kebangsaan (Nation State) adalah peningkatan secara kenegaraan
dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada
karakteristik dan integritas keluarga yang meninggal, sehingga rukun,
utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong royong. _
ibu-ibu ayah dan anak anak dalam satu keluarga bahagia sejahtera dalam asas
cinta: rukun, saling menolong dalam kepemimpinan orang orang tua. Jadi, nation
state Indonesia adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warga
negara Indonesia se Nusantara.
Identitas demikian ditegakkan dalam nation state NKRI yang
dijiwai asas kebangsaan, asas kebangsaan (sila 3 Pancasila) dan dilandasi
semangat asas wawasan Nusantara. Karena nya, secara normatif integritas NKRI (diharapkan)
kuat, tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan global.
Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipadu oleh nilai fundamental dasar
negara Pancasila. Karena nya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai
sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara
konstitusional dalam UUD Proklamasi (UUD 1945). NKRI sebagai nation state
membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan nasional
Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh dan teruji dalam berbagai tantangan
nasional dan global.
Semoga potensi dan keunggulan demikian senantiasa tegak
tegar dalam semua kondisi dan tantangan: globalisasi - liberalisasi dan
postmodernisasi yang kita alami dalam abad sekarang ini.
Sebagai kita rasakan sepanjang era reformasi - Untuk
memperjelas tantangan bahkan ancaman yang telah mendegradasikan mental dan
budaya politik - setidaknya sebagian elite reformasi - dapat mencermatinya.
NKRI dilanda globalisasi - liberalisasi postmodernisme;
bersamaan dengan bangkitnya gerakan neo- Marxisme - komunisme - atheisme,
khusus nya dalam NKRI; neo-PKI, KGB. Mereka mengembangkan sistem ideologi yang
tidak sinergis, bahkan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Artinya,
filsafat Pancasila dengan integritas theisme- religius berhadapan dengan
ideologi Barat; kapitalisme - liberalisme - sekularisme; neoimperialisme dan
ideologi Marxisme - komunisme - atheisme.
Era reformasi yang menuju kebebasan (neo-liberalisme), atas
nama Hak Asasi Manusia dan Demokrasi...... Dapat bermuara degradasi nasional,
degradasi mental dan moral Pancasila, bahkan degradasi moral theisme- religius.
Menyinggung keragaman berbangsa dan bernegara; kita kutip sebagian dari pidato Soekarno:
"Baik saudara saudara bernama kaum kebangsaan yang di
sini, maupun saudara saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat,
bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan
suatu negara, semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu
golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat
semua. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka,
yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa
hari di sidang Dokurutzu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak 1918, 25 tahun
yang lebih, ialah dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara
Indonesia ialah dasar kebangsaan” (Soekarno, Lahirnya Pancasila, hal. 18). ***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan