Breaking News

Revitalisasi Pancasila Sebagai Rechts Idee

Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel

Opini Oleh: Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Upaya kita juga tidak berharap, di satu saat Pancasila sebagai ideologi negara menjadi doktrin tertutup.

Tapi, harus menjadi suatu ideologi negara di mana nilai nilai universal yang terdapat dalam Pancasila tersebut, menjadi pedoman yang menuntun masyarakat dalam memahami dan mengamalkan hukum lokal, hukum nasional dan hukum internasional untuk mencapai suatu tujuan mulia, mensejahterakan dan memakmurkan rakyat.

Untuk itu, kelima nilai nilai atau yang terkandung dalam Pancasila, seyogianya dapat diuji secara logis, objektif dan sistematis dalam bingkai filsafat ilmu (epistemologi), tetapi juga kebenarannya dapat teruji dalam pengalaman empirik masyarakat Indonesia.

Di satu pihak, kalangan pakar yang optimis, menunjukkan pandangan, bahwa saat ini era reformasi dipandang sebagai suatu era di mana instrumen hukum dan instrumen politik maupun akademik, memandang cukup tersedia untuk mengatur Pancasila secara benar dalam peraturan perundang-undangan.

Pandangan tersebut tidak seluruhnya benar.

Permasalahan yang belum terjawab yaitu bagaimana ketika menggunakan instrumen untuk melakukan pengawalan agar nilai nilai dan kaidah hukum Pancasila benar benar tertuang dalam peraturan perundang-undangan (Juliandri, dalam Jawahir, 2016).

Seiring dengan itu diusulkan bahwa urgensi Pancasila sebagai dasar negara dibutuhkan.

Pancasila dengan sifat terbukanya melalui tafsir tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti.

Sebab, keadaan globalisasi sebagai kenyataan subjektif menunjukkan proses dalam kesadaran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat yang makin menyatu.

Sedangkan keadaan objektif globalisasi merupakan proses menyempit nya ruang dan waktu menciutnya dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks (idem).

Dalam kondisi paradoks tersebut, keterbukaan nilai nilai Pancasila harus diuji secara nyata dalam kehidupan demokrasi dimana musyawarah dan dialog diutamakan.

Sudjito mencoba mengusulkan agar dalam negara hukum yang bersperspektif Pancasila mensyaratkan kesediaan segenap komponen bangsa untuk memupuk budaya masyarakat.

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan secara eksplisit telah mengamanatkan kepada bangsa ini agar tetap suka bermusyawarah.

Lembaga permusyawaratan perlu dihidupkan pada semua jenjang dan masing masing lembaga diberi wewenang untuk merumuskan hukum yang terbaik bagi komunitas nya (idem).

Sedangkan, kelompok pemikir yang pesimistis mengemukakan bahwa pandangan Nilai nilai Pancasila saat ini telah kehilangan marwahnya.

Sehingga untuk merevitalisasi Pancasila semakin menguat, namun saat ini bukan persoalan yang mudah (Asvi Warman Adam , 2010).

Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum telah didukung dasar hukumnya, tetapi tidak memiliki dukungan dari struktur kelembagaan budaya hukum serta kesadaran masyarakat.

Pesimistik tersebut, dikemukakan mengingat kompleksitas kehidupan bermasyarakat dan bermasyarakat dan bernegara tidak terlepas dari nilai nilai budaya dan agama yang mendasari perilaku interaktif masyarakat secara harmonis dari zaman ke zaman, yang mustahil integrasi tersebut dapat berjalan harmonis tanda ideologi negara, sebagai kesepakatan luhur yang mengikat, wajib dihormati dan dipatuhi oleh semua lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, Goenawan Mohamad menegaskan bahwa "kita membutuhkan Pancasila kembali karena ia merupakan proses negosiasi terus menerus dari sebuah bangsa yang tidak pernah tunggal, tak sepenuhnya bisa eka, dan tak bisa sepenuhnya meyakinkan bahwa dirinya, kaumnya, mewakili sesuatu yang maha benar., kita membutuhkan Pancasila kembali sebab kita hidup disebuah zaman yang makin menyadari ketidaksempurnaan nasib manusia (ibid. Goenawan Mohamad).

Hilang nya kepercayaan masyarakat atas Pancasila, terpupuskannya nilai nilai Pancasila, dalam alam pikiran dan kepercayaan, menuntut upaya upaya progresif dari aparat pemerintah dan juga masyarakat.

Di satu pihak, upaya mendapatkan nilai nilai Pancasila kembali sebagai Rechtside yang benar adalah Pancasila sebagai pandangan hidup, maka bangsa yang besar ini harus lah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas Pancasila.

Agar kedua rasa tersebut dapat ditanamkan, maka pertama, perlu penanaman kembali kesadaran bangsa, suatu kesadaran untuk tetap mengakui keberadaan Pancasila sebagai identitas bangsa.

Kedua, upaya menjelaskan bahwa secara subtansial Pancasila merupakan jawaban yang tepat dan strategis atas keragaman Indonesia (Ibid).***

*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumsel