Breaking News

Sound Horeg Makan Korban: Desakan Regulasi Makin Menguat


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Hukum) 

Jendelakita.my.id. - 

"Sound horeg" kembali memakan korban. Fenomena sound horeg yang selama ini menjadi perhatian masyarakat Jawa Timur akhirnya menelan korban jiwa. Seorang warga Lumajang, Jawa Timur, dikabarkan meninggal dunia. "Yang diduga kebisingan dari suara yang ditimbulkan oleh suara atau getaran sound horeg," (dilansir oleh TV One, Kabar Siang, 4 Agustus 2025).

Menurut penjelasan Bupati Lumajang yang berkunjung ke rumah duka, disebutkan bahwa kegiatan sound horeg tersebut telah mengantongi izin resmi. Meski demikian, kondisi ini tetap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Dampak dari suara keras sound horeg ini telah dievaluasi oleh pengasuh pondok pesantren di Pasuruan, Jawa Timur. Ia menyatakan bahwa keberadaan sound horeg sangat mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.

Beberapa video yang beredar bahkan menunjukkan terjadinya kerusakan pada rumah warga, antara lain jendela kaca yang pecah akibat getaran suara yang ditimbulkan. Selain itu, kebisingan tersebut juga mengganggu kenyamanan warga yang ingin beristirahat, termasuk mereka yang sedang sakit, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya.

Merespons kondisi tersebut, Pondok Pesantren Pasuruan, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa haram terhadap pertunjukan sound horeg. Fatwa tersebut juga mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Namun, tampaknya fatwa itu tidak berdampak signifikan. Pertunjukan sound horeg tetap berlangsung seperti biasa. Hal ini mungkin wajar karena status fatwa masih berada pada tataran pendapat, bukan ketetapan hukum yang mengikat.

Seharusnya, pemerintah daerah setempat menindaklanjuti fatwa tersebut dengan merumuskan aturan hukum yang lebih tegas, minimal berupa larangan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah (Perda). Setidaknya, hal ini bisa dituangkan dalam Keputusan Gubernur yang kemudian dilanjutkan dengan keputusan dari bupati atau wali kota setempat. Dengan adanya landasan hukum, aparat penegak hukum tidak akan lagi memberikan izin terhadap kegiatan serupa.

Di sisi lain, keberadaan sound horeg memang menguntungkan sebagian masyarakat, terutama pemilik atau pengusaha sound system. Kegiatan ini dinilai mampu meningkatkan pendapatan warga, khususnya pedagang kecil dan menengah. Oleh karena itu, wajar jika ada penolakan terhadap fatwa haram tersebut dari kalangan pelaku usaha dan masyarakat yang merasa diuntungkan.

Namun, jika dikaji secara mendalam, dampak negatif dari keberadaan sound horeg lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dalam istilah fikih, hal ini disebut sebagai kemudharatan yang lebih dominan. Dalam hukum Islam, sesuatu yang lebih banyak mendatangkan mudarat daripada manfaat digolongkan sebagai perbuatan haram. Maka, dapat dipahami jika MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram terhadap sound horeg.

Lebih jauh, jika ditinjau dari sisi sosial dan kriminalitas, kegiatan sound horeg sering kali diikuti dengan perbuatan menyimpang lainnya, seperti penggunaan zat terlarang dan tindakan kriminal. Bukti nyatanya telah disampaikan oleh pemberitaan televisi yang menyebutkan adanya korban jiwa dari kegiatan ini, yaitu seorang perempuan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Oleh sebab itu, peristiwa tragis ini seharusnya menjadi momentum bagi para penegak hukum untuk segera mengambil langkah tegas. Diperlukan regulasi yang kuat guna melarang pertunjukan sound horeg agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.