Breaking News

Kisah Perjalanan Kesuksesan


Tulisan Oleh : Rofiatul Putikha Asfi

        Mahasiswa Prodi PIAUD - STAI Bumi Silampari 

Jendelakita.my.id. - Kisah inspiratif dating dari plosok desa di Kecamatan Muara Kelingi, sebut saja anak ini dengan nama Bapak Paino. Bapak Paino ini terlahir dari keluarga pas-pasan dan sangat minim dengan Pendidikan. Setelah selesai SD Bapak Paino di suruh berhenti melanjutkan ke Pendidikan selanjutnya.

Namun dengan semangat dan kegigihan Bapak Paino memutuskan untuk keluar dari itu itu, di Kota Lubuk Linggau. Ia bekerja dengan seorang cina ia bekerja sebagai kuli panggul, selama hampir satu tahun. 

Ketika ia bekerja Bapak Paino bertemu dengan seorang ibu-ibu, sebut saja Namanya Ibu Jumiyem. Ibu Jumiyem ini seorang ibu pengasuh salah satu panti yang ada di Lubuk Linggau. Ibu Jumiyem merasa kasihan kepada Paino, karena diusianya yang masih kecil harus bekerja keras. Ibu Jumiyem menghampiri Paino lalu mereka saling kenal. Kemudian Ibu Jumiyem memberanikan diri untuk menanyakan mengapa Paino harus bekerja dan apakah Paino tidak bersekolah. Lalu Paino menceritakan kisahnya, mengapa ia harus bekerja di usia yang sangat muda

Keesokan harinya Ibu Jumiyem menghampiri Paino, lalu Ibu Jumiyem menawarkan kepada Paino untnuk tinggal di panti, dan akan dibiayai sekolahnya. Namun, Paino masih belum mau menerima tawaran Ibu Sumiyati dan harus memikirkannya terlebih dahulu. 

Keesokan harinya, Ibu Jumiyem menghampiri Paino kembali. Tak pantang menyerah Ibu Jumiyem merayunya. Dan di hari kedua pertemuannya denga Paino, Paino memutuskan untuk ikut Ibu Jumiyem untuk tinggal di panti. Namun ada persyaratan dari Bapak Paino, yaitu ia tetap ingin bekerja seperti biasa. Ibu Jumiyati menyetujui syarat yang diberikan oleh Bapak Paino tersebut. 

Selama tinggal di panti, Bapak Paino bias bersekolah ke jenjang selanjutnya, dan mengikuti kegiatan belajar dan mengaji di pesantren yang ada di panti tersebut. Setiap pagi, Bapak Paino harus bekerja menjadi kuli panggul di pasar, karena sekolah di pesantren tersebut masuk pada ba’da dzuhur sampai sore. 

Waktu jam sekolah, Bapak Paino harus berhenti bekerja dan pulang ke panti untuk bersekolah. Selesai sekolah, Bapak Paino melanjutkan aktivitas kegiatan belajar di pondok seperti biasanya. 

Bapak Paino menjadi salah satu siswa yang berprestasi di sekolahnya. Dilihat dari kerja kerasnya dan kegigihannya sudah terlihat bahwa Bapak Paino pasti bisa meraih kesuksesan.

Tak terasa sudah 3 tahun Bapak Paino tinggal di panti dan sudah menduduki bangku sekolah kelas 3 SMP. Pada saat itu, Bapak Paino memutuskan untuk berhenti menjadi kuli panggul, karena ia ingin focus pada pendidikannya.

Kini Bapak Paino sudah memasuki jenjang sekolah tingkat SMA. Bapak Paino banyak mengikuti ekstrakulikuler sekolah, salah satunya menjadi ketua osis. Bapak Paino juga menjadi ketua keamanan di pesantren tersebut. Banyak suka duka yang Bapak Paino alami selama di pesantren. Rasa rindu dengan orang tuanya yang selalu ia coba bendung, karna akses pada zaman itu sangat tidak memungkinkan untuk mereka bertemu. Dan dalam diri Bapak Paino sendiri mempunyai moto “tidak akan pulang sebelum sukses”.

Tiga tahun berlalu Bapak Paino sudah menyelesaikan sekolahnya di jenjang menengah atas. Ketika itu, di Pesantren mengadakan acara haflah atau perpisahan. Satu minggu sebelum haflah, Bapak Paino meminta izin untuk pulang menemui orang tuanya karena ingin memberi kabar bahwa ia sudah bisa menyelesaikan sekolahnya sampai SMA. Ia ingin orang tuanya ikut hadir mengikuti acara haflah yang ada di pondok pesantren. 

Setelah selesai sekolah di SMA, Ia memutuskan untuk kuliah di salah satu kampus Lubuk Linggau dan dia bertemu dengan salah satu pimpinan pondok pesantren yang ada di Merasi. Bapak Paino diajak untuk menjadi asatit di pondok pesantren tersebut. Selain itu, ia juga menjual pakaian dan perlengkapan santri guna membiayai kuliahnya.

Beberapa tahun mengabdi di pondok pesantren, Bapak Paino menikahi seorang gadis yang berasal dari desa Wonorejo. Perkenalan singkat dengan gadis tersebut lalu ia memutuskan untuk menikahinya.

Seorang gadis dari keluarga sederhana, yang sedang menempuh Pendidikan di kampus yang sama dengan Bapak Paino. Jarak usia Bapak Paino dengan istrinya itu lumayan jauh, sekitar 10 tahun. 

Beberapa bulan pernikahannya, Bapak Paino mendapatkan 2 kabar baik sekaligus yaitu kabar bahwa istrinya hamil anak pertama, dan selanjutnya kabar bahwa ia mendapat panggilan menjadi ASN dengan ijazah SMA nya. Ia ditugaskan di Kantor Kementerian  Agama Kabupaten. 

Singkat cerita, ia bekerjakeras dengan berdagang. Ia membawa makanan ringan di tempat kerja seperti keripik ubi, keripik pisang, bahkan ia juga berjualan telur bebek yang diambil dari petani petelur bebek guna mencukupi keuangan keluarga Bapak Paino. 

Waktu terus berjalan, Bapak Paino hidup bahagia bersama anak dan istrinya. Meski banyak ujian dan rintangan yang keluarga mereka hadapi. Diusia  anaknya menginjak 4 tahun, Bapak Paino memutuskan untuk keluar dari pesantren dan mencari tempat tinggal yang baru, karena ia berfikir harus hidup mandiri Bersama keluarganya.

Setelah 5 tahun menempati rumah baru, Bapak Paino melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-2 di UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu. Karena jarak perjalanan dari rumah ke kampus sekitar 5 jam dan memerlukan biaya lebih, Bapak Paino menambah cabang jualannya dengan jualan beras dan buah-buahan. Sampai akhirnya Bapak Paino bisa menyelesaikan Pendidikan S-2 dengan tepat waktu. 

Dari kisah Bapak Paino yang terlahir dari ujung desa, kita bisa banyak belajar bahwa kesuksesan tidak dapat diraih dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Banyak proses yang harus dilalui. Kita tidak boleh pantang menyerah dengan kegagalan-kegagalan yang dilalui. Kunci kesuksesan dari Bapak Paino adalah, kita harus gigih dan semangat dalam menghadapi roda kehidupan, sampai akhinya kesuksesan itu bisa kita capai.