Kemarahan Rakyat
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Kemarin kita sibuk mengikuti berita berita terutama di media elektronik tentang beberapa aksi mahasiswa dan elemen elemen masyarakat lain nya bergabung menjadi satu dengan tujuan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 PUU-XXII 24 dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 70 PUU-XXII 24 tentang ambang batas persyaratan pencalonan kepala daerah dan ketentuan yang senada tentang batas usia bakal calon pasangan kepala daerah.
Serentak di hari itu, sehari setelah dikeluarkan putusan MK Kamis tanggal 22 Agustus 24 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melaksanakan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mengesahkan Undang-undang Pilkada dengan target sebelum dibuka nya pendaftaran calon pilkada tanggal 27 Agustus 24.
Dengan kejadian itu (dua peristiwa: keluarganya putusan MK dengan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) menimbulkan kemarahan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dengan pertanyaan hanya satu ada apa secepat itu DPR RI akan merevisi UU pilkada yang sudah di uji materiil kan oleh pemegang kedaulatan rakyat???.
Tentu kemarahan rakyat tersebut mempunyai argumentasi, secara ilmu hukum suatu keputusan dan atau kebijakan publik bisa diterima kalau secara philosofi, keputusan itu dirasakan adil oleh penerima keputusan (rakyat), secara empiris, dengan keputusan khususnya keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 PUU-XXII dan nomor 70 PUU-XXII 24, sangat mengakomodasikan semangat kebersamaan hidup berbangsa dan bernegara. Dan secara yuridis, sudah kita maklumi bagi yang pernah belajar setidak tidaknya pernah Membaca UU tentang Mahkamah Konstitusi akan berdalil dan tentunya anggota DPR RI tahu bahwa putusan MK FINAL dan MENGIKAT. Bagi elemen bangsa dan negara Indonesia (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan masyarakat atau rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.***
*) Penulis adalah Pengamat Hukum dan dan Politik