Breaking News

Masyarakat Hukum Adat dan legitimasi Kelembagaan Hukum Adat

Tulisan Oleh H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id. - Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat adat dipimpin oleh seorang kepala desa/kepala adat. Segala aktivitas masyarakat hukum desa dipusatkan kepada kepala desa yang menjadi bapak masyarakat desa dan dianggap mengetahui peraturan peraturan adat dan hukum masyarakat hukum adat yang dipimpinnya.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto SH Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Indonesia dan juga Guru Besar luar biasa Universitas Sriwijaya dalam bukunya membuat judul Kepala Desa Sebagai Hakim Perdamaian Desa.

Oleh karena itu, aktivitas kepala adat pada umumnya dapat dibagi dalam tiga bidang.

1, Urusan tanah;

2, Penyelenggaraan tata tertib sosial dan tata tertib hukum supaya kehidupan dalam masyarakat hukum desa berjalan sebagaimana mestinya supaya mencegah adanya pelanggaran hukum (preventif);

3, Usaha yang tergolong dalam penyelenggaraan hukum untuk mengembalikan (memulihkan) tata tertib sosial dan tata tertib hukum serta keseimbangan (evenwicht) menurut ukuran ukuran yang bersumber pada pandangan religius magis (represif).

Bagi masyarakat adat setiap keputusan kepala adat merupakan patokan yang nyata dan harus dilaksanakan (teori Ter Haar: teori keputusan).

Hanya saja dari ketiga hal di atas, kita dapat melihat bahwa kewenangan kepada adat hanya sebatas membuat aturan aturan untuk masyarakat adat yang harus dipatuhi. Di Minangkabau, terdapat sebuah lembaga adat yang dinamakan nagari yang dipimpin oleh seorang Ninik mamak. Ninik mamak di Negari ini memiliki perbedaan dengan kepala adat pada umumnya. Bagi masyarakat adat di Minangkabau, Ninik mamak ini memiliki kewenangan untuk memutuskan sanksi dari sebuah perkara yang sedang dihadapi masyarakat adatnya. Segala sanksi yang dijatuhkan oleh Ninik mamak ini harus lah dilaksanakan. Jadi, hal ini membuat Ninik mamak pada nagari (sebuah lembaga adat)di Minangkabau berbeda dengan kepala adat yang hanya memiliki kewenangan sebatas membuat aturan saja dan tidak dapat menjatuhkan sanksi.

Pengertian susunan masyarakat yang khas dan istimewa menunjukkan bentuk dan susunan masyarakat yang menjadi ciri khas tertentu masyarakat Adat. Pada masyarakat hukum adat nagari, masyarakat adat dipimpin oleh Ninik mamak yang memiliki kekuasaan dan/ atau kewenangan secara hukum yang membedakannya dengan bentuk desa di Jawa umumnya.

Ketika Undang Undang Pemerintahan Desa diberlakukan, maka hal itu menghancurkan susunan komunitas masyarakat hukum adat karena bentuk susunan nagari dan juga marga di Sumatera Selatan. Sebagai contohnya, sangat berbeda dengan susunan desa di mana desa di Jawa hanya memiliki kewenangan administrasi yang berbeda dengan bentuk MARGA dan NAGARI yang memiliki kewenangan yuridis.

Bentuk susunan masyarakat Yogyakarta di mana Sultan memerintah secara kultural sangat berbeda dengan daerah lainnya di Jawa. Sultan dalam prospektif budaya di Yogyakarta dianggap sebagai pimpinan, raja, serta pimpinan agama (gelar panotogomo).

Pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dengan kekhasan tersebut menunjukkan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat adat di Indonesia.

Hal tersebut dapat kita tinjau dari corak khas masyarakat hukum adat yang memiliki ciri ciri; komunal, magis religius, kontan dan terang. Masyarakat hukum adat merupakan masyarakat komunal, di mana kebersamaan meliputi segala bidang kehidupan. Dalam kaitan ini maka masyarakat hukum adat lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan individual. Selain itu pula, masyarakat adat juga berpikir dalam konteks yang magis religius, hal ini menunjukkan bahwa dalam berpikir, masyarakat hukum adat mengaitkan semuanya dengan kepercayaan akan kekuatan gaib. Perilaku dan perbuatannya yang dikaitkan dengan kekuatan gaib tersebut menunjukkan adanya keseimbangan alam, bahwa perbuatan manusia akan dikaitkan dengan kekuatan yang mempengaruhi hidup nya. Pola dan corak masyarakat hukum adat tersebut menunjukkan masyarakat hukum adat dengan nilai kultural nya masih hidup. Selain itu pula menunjukkan bahwa hukum adat masih hidup dan berlaku.

Di dalam masyarakat tradisional ( adat), konflik yang timbul biasanya diselesaikan dengan cara cara perdamaian. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya permusuhan, pertikaian, perpecahan ( disintegrasi), dan sey. Dalam menyelesaikan suatu konflik masing masing individu/ atau kelompok memiliki caranya masing masing 

Tantangan yang besar yang dihadapi oleh setiap bangsa dalam membangun seperti Indonesia adalah mempertautkan kepentingan masyarakat yang berbeda, karena terdapat nya perbedaan atau pluralisme dalam struktur dan budaya masyarakat nya. Perbedaan etnis, perbedaan keyakinan religius, perbedaan pandangan terhadap alam lingkungan nya, sering kali menjadi faktor penyebab kegagalan pembangunan suatu bangsa. Pluralisme dalam masyarakat memang menjadi pemicu hingga cita cita pembangunan sulit untuk direalisasikan. 

Demokrasi sering kali menjadi tidak tegak, hak hak manusia menjadi terancam, solidaritas masyarakat semakin mengkristal pada tumpukan tumpukan kecil, cita cita pembangunan menjadi sangat pragmatis dengan tujuan tujuannya yang berjangka pendek, harkat dan martabat kemanusiaan semakin mengecil manakala keadaan pluralisme dalam masyarakat itu dibiarkan berkembang dan berjalan dengan alami tanpa ada upaya untuk menghimpunnya menjadi kekuatan yang sangat besar.. padahal pluralisme dalam masyarakat adalah suatu" Rahmat Allah" bila ditelusuri melalui pemikiran yang Arif. Oleh karena itu, pluralisme bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dipertautkan. Pluralisme hukum (budaya dan kearifan lokal) merupakan bagian dari pluralisme.

Kenyataan membuktikan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pluralis, beserta dengan keragaman aturan dan pengaturan mengenai berbagai hukum yang ada di dalam nya. Dari sudut pandang sejarah dan budaya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agraris dan hingga saat ini walaupun industrialisasi sudah menjadi tuntutan dari masyarakat di era moderenisasi, namun sebagian besar dari masyarakat Indonesia masih mempertahankan hukum adat sebagai hukum yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan eksistensi hukum adat dan masyarakat hukum adat itu sendiri dalam persaingan global, maka keberadaan hukum adat sebagai bagian dari pluralisme hukum yang ada di Indonesia, setelah melalui kajian sosiologis empiris, kajian kajian sejarah hukum dan dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat hukum maka hukum rakyat atau hukum adat (hukum yang hidup dalam masyarakat) harus lah ada dan hidup secara berdampingan dengan hukum nasional yang ada. Dengan demikian, pemberdayaan potensi masyarakat hukum adat dapat tetap terbina dan hidup sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan upaya pengembangan hukum nasional yang ada, termasuk kedudukan hukum masyarakat hukum adat beserta ibadat istiadat dalam berbagai upaya penyelesaian sengketa yang terjadi yang melibatkan masyarakat hukum adat yang masuk ke jalur pengadilan, khususnya Mahkamah Konstitusi. ***

*) Penulis Adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan