Eror in Persona Dalam Putusan Praperadilan Pegi Setiawan
Penulis: H. Albar Sentosa Subari
Jendelakia.my.id. - Error' In Persona Dalam
Praperadilan Pegi Setiawan.
Sudah kita ketahui bersama permohonan gugatan Praperadilan
kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016. Pegi Setiawan dikabulkan
Pengadilan Negeri Bandung Jawa Barat. Hakim tunggal, Erman Suleiman dalam
putusan nya menilai tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi Setiawan alias
Perong sebagai tersangka oleh Polda Jabar.
Atas dasar itulah penetapan tersangka atas permohonan nya
haruslah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Tentu kita bertanya ada istilah Batal Demi Hukum.
Seperti yang pernah penulis turunkan beberapa waktu yang
lalu di artikel media sosial online saat mengomentari PPDB yang berjudul Cacat
Hukum Dalam PPDB (berkait dengan PPDB ini berita pagi ini bertajuk Massa Desak
PJ. Gubernur Pecat Kadisdik Sumsel - DPD Keluarga Taman Siswa, Senin 8 Juli
24).
Bahwa di dalam ilmu hukum ada istilah nya BATAL DEMI HUKUM
yaitu apabila tidak memenuhi unsur formal sebagaimana diatur oleh peraturan
perundang-undangan dalam kasus Pegi Setiawan ini di atur dalam Kitab Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). sehingga berakibat Batal Demi Hukum tentu melalui
putusan hakim dalam hal ini adalah praperadilan.
Penulis menganalisis kenapa Praperadilan Pegi Setiawan
dikabulkan permohonan nya; ini karena Polda Jabar salah melakukan penangkapan
terhadap kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016.
Di mana telah terjadi dalam ilmu hukum pidana/ acara pidana
disebut dengan ERROR' IN PERSONA.
Ada kesalahan prosedur dalam proses penyidikan tersebut
mulai dari dari penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) hingga penetapan
tersangka (ada kesalahan prosedur atau kesalahan formal). Seperti kita ketahui
penyidikan itu adalah awal dari terjadinya tindak Pidana/ perbuatan pidana.
Keluar nya putusan gugatan praperadilan yang diketok palu
oleh hakim tunggal Eman Sulaeman kemarin tanggal 8 Juli 24, ini kita harus
flashback ke belakang atau kembali lagi melihat proses penyidikan kasus
pembunuhan Vina dan Eky delapan tahun yang lalu. Dan sekarang ini sudah ada
penetapan 8 orang tersangka?.
Kuasi Kebenaran karena Tidak Benar Benar.
Metodologi hukum acara pidana yang digunakan untuk
menentukan dan menetapkan kebenaran hukum itu adalah sistem pembuktian dengan
merangkai tehnik kerja alat alat bukti yang sudah ditentukan hukum tetapi
bagaimana kerangka akur logika berfikir dirancang dan disusun dalam pemahaman
secara epistemologi filosofis juga akan menentukan hasil akhir dari setiap
kebenaran yang akan diputuskan. Ada beberapa Dali yang sudah sejak Beratus
tahun digunakan untuk meyakinkan agar sungguh perlu cermat dan berhati hati, supaya
ahli hukum tidak sekedar menetapkan kebenaran dengan alur logika berfikir yang
tidak sempurna.
Hasil berfikir seperti itu adalah kuasi kebenaran yang bisa
jadi sekilas lintas benar, tetapi kualitas kebenaran nya tidak bisa
dipertanggungjawabkan
Contohnya adalah dalil " tantum valet auctoritas,
quantum valet argumentatio. Dalil ini sangat kontekstual dan aktual untuk
menguji kualitas putusan dengan berpatokan pada kepercayaan (trust) dan
kepastian wibawa (credential), argumentasi yang mengandalkan alur logika tidak
sekedar posisi jabatan (otoritas).
Kebenaran yang hanya bersandar pada jabatan semata disebut
sebagai kebenaran otoritatif, akan jauh dari nilai kepercayaan dan wibawa yang
berkharisma. Relevan konteks dalil itu dalam penentuan putusan adalah bahwa
kebenaran hukum yang ditetapkan bukanlah tergantung kepada hakim yang
mengatakannya dikarenakan dia menjabat sebagai hakim, tetapi karena kerangka
logika argumentum yang disusun untuk menetapkan kebenaran hukum itu memang bisa
dipercaya dan dipertanggungjawabkan secara terukur karena valid, otentik dan
akurat.
Latius HOS quam premissae conclutio non vult: dalil ini
biasa disebut latius hos saja, yang adalah rumus logika yang nyata salah karena
premis yang tidak sempurna, tetapi itu sering terjadi dan bisa berakibat sangat
fatal karena menyimpulkan satu kebenaran yang seakan berkepastian, padahal
premier minor dan premis mayor tidak dipenuhi atau Causa materialis dicampur
aduk menjadi Causa final. Contoh yang mudah, misalnya, kerangka logika disusun
bahwa kambing berkaki empat, makan rumput, dan dagingnya bergizi untuk bahan
pangan. Sapi juga berkaki empat, makan rumput dan dagingnya bergizi untuk bahan
pangan. Oleh karena itu , kambing dan sapi adalah sama . Tentu saja ini salah,
sebab premis logika untuk menentukan unsur yang akurat, valid dan otentik,
antara Kambing dan sapi bukanlah hanya tiga unsur saja sebagai Causa finalis,
bahwa tiga unsur itu adalah Causa materialis, logika berfikir itu nyata salah
secara metodologis sehingga keberadaannya yang dihasilkan salah dan membuat
keliru, sehingga harus ditolak sama sekali. Jikapun orang menerapkan kebenaran
itu adalah pejabat yang sah berwenang (otoritatif) haruslah ditolak
mentah-mentah. Sebab itu, kebenaran otoritatif tidak selalu menjadi kebenaran
hukum yang benar benar otentik dan valid sebab nyata tidak akurat.
Dalil lain untuk menghindari logika yang salah adalah
ungkapan "post hoc sed non propter hoc, artinya sesudah itu, bukan berarti
karena itu.Sesudah itu adalah narasi kronologis, sedangkan karena itu berarti
kausalitas. Misalnya, seorang gadis pernah jalan bersama jejaka di kesunyian
malam pada tanggal sekian hari apa. Tiga bulan sesudah itu (post hoc), di gadis
memeriksa diri ke dokter dan ternyata (maaf) si gadis hamil. Lalu , apakah si
perjaka yang menjadi ayah dari kandungan (propter hoc) si gadis itu?. Post hoc
benar ya, tetapi propter hoc? Karena itu, kausalitas, sungguh perlu dan masih
harus diselidiki lagi.
Di sinilah sebenarnya tulisan ini terinspirasi dengan adanya
beberapa putusan dari hakim hakim yang memeriksa dan memutuskan suatu kasus
yang dia tengah tangani, sebab kalau tidak seperti judul artikel di atas Kuasi
Kebenaran karena Tidak benar benar.
Karena dengan metodologi logika tanpa diukur dengan variabel
variabel yang lain akan menghasilkan kesimpulan yang benar benar BENAR.
(Terukur; valid dan otentik dan dapat diuji kebenarannya.
Dalam ilmu pengetahuan disebut dengan metodologi ilmiah (Ada
subjek, ada objek , metodologis dan dapat diuji kebenarannya oleh publik- benar
benar hakiki itupun sebenarnya juga tidak menghasilkan kebenaran yang maksimal.
Selama masih di dunia fana. Hanya Allah yang Maha Segalanya.***
*) Penulis Adalah Pemerhati Sosial dan Hukum