Breaking News

Di Balik Makna Simbul Pakaian Adat

Tulisan Oleh H. Albar Sentosa Subari

Jendelakita.my.id. - Perkataan simbul mempunyai makna yang sama dengan lambang yaitu bermakna tanda menyatakan atau mengenalkan sesuatu.

Simbul tidak selalu dapat ditemukan secara lahiriah saja tetapi juga ada tersembunyi di balik itu alias tersirat nama nya.

Sehingga untuk itu guna menguraikan makna lahiriah maupun yang tersirat perlu pengetahuan yang mendalam.

Kalau memaknai simbul yang lahiriah dapat diketahui dari bentuk nya. Namun untuk yang tersirat simbol itu perlu penelitian yang diteliti dari sisi philosofi atau nilai.

Salah satu contoh yang mudah kita lihat sehari hari, di mana pada acara resepsi terutama kita di Sumatera Selatan akan melihat dua pakaian yang sering dipakai yaitu tutup kepala (disebut juga dengan tanjak atau kepudang) dan satu lagi adalah main tumpak 

Kedua bahan tutup kepala dan kain tumpak itu biasa terbuat dari kain songket ataupun batik.

Ada suatu keganjilan biasa yang kita lihat pada pemakaian atau penggunaan kain tumpak. Bagi mereka yang kurang mengetahui maknanya akan memakainya hanya di dasarkan pada kerapian dan nyamanan memakaikannya: padahal itu salah dalam kacamata nilai atau philosofi yang tersirat.

Itu kadang kadang tidak saja kita temukan di acara resepsi pernikahan pada umumnya tapi kesalahan cara penggunaannya juga sering kita lihat pada momen momen kenegaraan misalnya saat upacara peringatan hari proklamasi Republik Indonesia atau peringatan hari ulang tahun provinsi atau kabupaten kota (Khususnya di Sumatera Selatan).

Di mana seorang pemakai nya kadang kadang tidak paham asal usul cara penggunaannya. Kain tumpak itu salah satunya pada masyarakat hukum adat melambangkan bahwa kalau kain itu digunakan oleh seorang jejaka (masih bujang), maka terlihat kain tumpak nya di atas Lutut.

Bukan di bawah lutut. Demikian sebaliknya bagi yang sudah nikah , berkeluarga kain tumpak harus di bawah lutut. Ini sekarang kita bingung mana masih bujang mana yang sudah berkeluarga ( orang tua mempelai misalnya). kalau dalam acara resepsi pernikahan.

Demikian juga dengan Tutup kepala ( tanjak) orang Melayu Malaka sebut dengan Destar.

Banyak sekali simbol simbol bentuk tutup kepala.

Simbol simbol itu bisa bermakna dari sisi status sosial (ekonomi, politik)

Pada masyarakat Melayu dapat menggambarkan bahwa pemakaian adalah golongan bangsawan ( raja - Sultan), termasuk kelompok menengah dan rakyat biasa.

Biasanya bentuk tutup kepala seakan akan menggambarkan piramid (segi tiga) adalah mencerminkan dengan jelas status sosial masyarakat Melayu.

Pada kelas bangsawan ada yang disebut EKORAN, melambangkan kemuliaan dan keagungan. 

Semakin tinggi dan luasnya kekuasaan seseorang semakin tinggi nilai seni..

Masyarakat Melayu terbagi kepada dua golongan yaitu golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah. Di antara kedua golongan ini terdapat perbedaan yang menonjol.

Salah satu aspek yang membedakan antara kedua golongan ini ialah dari segi pakaian, jenis pakaian yang termasuk tutup kepala.

Perbedaan ini termasuk dari segi lipatan, letak ujung tutup kepala, bentuk dan warna.

Warna biasa nya untuk golongan bangsawan (raja atau sultan), adalah warga Kuning Keemasan. Seperti ini sudah umum pada kostum raja' atau kesultanan tidak saja pada masyarakat Melayu tapi raja atau sultan di luar negeri.

Kesimpulan Tutup kepala ataupun kain Tumpak adalah sejenis simbol bagi pemakainya.

Peran itu dipengaruhi oleh kehidupan bermasyarakat memang tidak dapat dinafikan.

Apakah hal ini akan bertahan sejalan dengan perkembangan peradaban, tergantung kepada generasi berikutnya. Apakah terus dikembangkan dengan mencari kreasi baru atau istilah kerennya yang biasa disebut dengan Melestarikan.

Catatan penggunaan istilah melestarikan lebih tepat untuk menjaga kelestarian alam dan budaya tak bergerak.

Tapi untuk hasil budaya yang bersifat hidup itu lebih tepat digunakan istilah dikembangkan. Karena kita ketahui bahwa Budi dan Daya Manusia menghadapi tantangan alam dan zaman adalah dinamis.***

*) Penulis Adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan