Breaking News

Carut Marut PPDB Masih Belum Usai

Penulis: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id. - Membaca Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945  khususnya ayat (1) yang diadakan perubahan tahap keempat berbunyi " Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Junto Pasal 34 Undang Undang Sisdiknas, jelas di sana semua anak Indonesia punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Di mana tahun ini tahun ajaran akan dimulai pertengahan Juli 2024.

Namun sangat miris kita membaca berita berita yang berkaitan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di semua tingkatan khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Pagi ini ter berita di harian pagi daerah yang terbit Senin tanggal 8 Juli 2024 (saat memasuki tahun baru Hijriah 1446). Berjudul 3 Juta Anak Putus Sekolah Imbas Tak Lolos PPDB (sekolah swasta mahal orang tua murid tak mampu Bayar) pada halaman 7 dan masih di harian itu juga berita berjudul Ombudsman Berharap Gubernur Tanggapi Saran Korektif (belum ada laporan resmi kecurangan PPDB, panggil Diknas dan Inspektorat).

Dua berita itu sama makna namun sumber berita berbeda satu sumber data tingkat nasional sedangkan berita di tingkat daerah khususnya di Sumatera Selatan.

Penulis sendiri sebenarnya sudah tiga kali menurunkan opini tentang hal tersebut di atas, melalui berita media sosial online yaitu ;

Pertama berjudul Miris Membaca Kondisi Pendidikan Kita (30 Juni 2024). Kedua Cacat Logika Dibalik PPDB (1 Juli 2024), ketiga berjudul Cacat Hukum Dibalik PPDB (1 Juli 24).

Tentu pertanyaan kita kenapa sampai getolnya penulis mengomentari tentang PPDB, tentu yang utama dan pertama bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan di jamin konstitusi (Pasal 31).

Kedua korban nya cukup memilukan berita di atas sejumlah 3 juta anak putus sekolah.

Di Kita Palembang Sumatera Selatan ada sejumlah 911 peserta penerimaan jalur prestasi gagal masuk. Yang anehnya ( cacat logika) ada calon siswa sejumlah 911 juga TIDAK terdaftar kok lulus???.

Malah ada istilah baru ROMBEL BARU' (Rombongan belajar Baru). Padahal seharusnya penambahan ROMBEL harus melalui prosedur yang cukup ketat dan harus sesuai aturan. Demikian yang disampaikan oleh kepala perwakilan ombudsman Republik Indonesia.

Andrian ( kepala perwakilan ombudsman Republik Indonesia Sumatera Selatan) menambahkan akan segera memanggil kepala Dinas Pendidikan dan Inspektorat Sumatera Selatan. Pemanggilan dua instansi ini di bawah pemerintah provinsi Sumatera Selatan dalam rangka penjelasan terkait SARAN KOREKTIF, dijadwalkan tanggal 9 Juli 24). Saran Korektif tersebut berhubungan dengan 911 siswa yang masuk jalur prestasi itu di anulir dan mengumumkan siswa yang benar benar lulus sesuai prestasi.: Belum Ditindak lanjuti (dijalankan)?

Andrian berharap agar saran Korektif yang dilayangkan ke Diknas itu ditanggapi PJ. Gubernur sebagai pimpinan tertinggi di daerah (apalagi PJ. Gubernur Sumsel baru saja di duduki pejabat baru). Sehingga tepat waktunya untuk membenahi kualitas pendidikan umumnya di Sumatera Selatan dan PPDB khususnya untuk saat saat yang sedang hangat hangat nya.

Jika saran Korektif ini tidak juga ditanggapi PJ. Gubernur maka perlu dipertanyakan lanjut kata Andrian.Dengan alasan saran Korektif tersebut secara hukum dapat dipertanggungjawabkan (valid dan lengkap).

Bahkan dalam pemeriksaan data dan temuan Ombudsman kemarin ada anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais yang lama bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan akan membawa temuan ini dan berkoordinasi dengan KPK jika saran Korektif ini tidak dilaksanakan.

Artinya patut dapat di duga temuan Ombudsman RI Daerah Sumatera Selatan tersebut terdapat Perbuatan Pidana (istilah Prof. Moeljatno, Guru Besar ilmu hukum pidana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). 

Istilah lainnya juga disebutkan dengan Tindak Pidana (yang digunakan oleh Kitab Undang Undang Pidana Baru Undang Undang Nomor 1 tahun 2023.

Serta istilah Delik Pidana istilah Satohid guru besar hukum pidana Universitas Indonesia (bukunya Hukum Pidana). Serta Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro SH dengan istilah Peristiwa Pidana, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.***

*) Penulis Adalah Pemerhati Sosial dan Hukum Sumatera Selatan