Breaking News

Keberhasilan Penelitian Hukum Adat Dengan Pendekatan Normatif dan Sosiologis


 Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Pendekatan terhadap Hukum Adat haruslah berupa pendekatan Normatif dan Sosiologis ( istilah Soerjono Soekanto dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Adat, 1978).

Jadi pendekatan yang bersifat interdisipliner.

Pendekatan sosiologis (atau juga di sebut pendekatan empiris) terhadap Hukum Adat juga mempunyai beberapa batas kegunaannya, antara lain untuk mengadakan:

1, identifikasi hukum adat 

2, identifikasi terhadap faktor faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum adat;

3, identifikasi sejauh mana efektivitas hukum adat.

Pendekatan sosiologis itu terutama akan menghasilkan hukum dalam arti sebagai peri kelakuan yang mempunyai ciri tertentu. Memang benar, Hukum ada dalam fakta, sudah tentu bahwa peneliti dapat berhenti pada batas ini.. maka yang diperoleh nya hukum adat sebagai suatu peri kelakuan dari bagian terbesar warga masyarakat. Apalagi seorang peneliti ingin dalam bidang hukum ingin meneruskan usaha nya untuk menentukan hukum adat sebagai Norm, maka mau tidak mau dia harus mempergunakan pendekatan Normatif; maka barulah tujuan akhir nya akan tercapai dalam penelitian hukum adat.

Ini biasanya menurut pengamatan penulis kebanyakan peneliti hanya sampai kepada penelitian empiris atau sosiologis yang hanya menghasilkan corak atau gambar dari suatu komunitas objek penelitian jarang yang sampai pada kajian normatif. Apalagi kalau didalam lagi sampai pada tingkat mencari nilai nilai philosofi dari satu tatanan budaya yang hidup dalam masyarakat.

Untuk sampai kepada tatanan nilai memang memasuki kajian philosofi ketimuran dari bangsa Indonesia.

Kadang kadang hanya sebatas faktor budaya dari keberlakuan suatu peraturan tertulis. Karena peneliti sulit mengkotak kotakan mana penelitian sosiologis murni, mana penelitian sosiologis normatif istilah Soerjono Soekanto di atas. Dan mana penelitian Hukum Adat yang sebenarnya yang seharusnya menjawab makna dari suatu nilai budaya.

Karena dampak berkembang ilmu Sosiologi Hukum yang diadopsi dari Amerika.

Sehingga bercampur aduk dengan Metode penelitian hukum adat murni (lihat komentar Prof. Koesnoe). Belum lagi bercampur baur dengan kakinya Antropologi Hukum yang hampir berkembang serentak dengan Sosiologi Hukum.

Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, 1974, melihat hukum adat dari sudut sosiologis antropologis dengan perbedaan antara adat dan kebudayaan.

Kebudayaan mempunyai tiga Ujud yaitu Ujud idee, Ujud kelakuan, dan Ujud fisik..

Adat adalah Ujud idee dari kebudayaan. Secara lengkap Ujud itu dapat kita sebut arat tata kelakuan. Karena adat itu berfungsi sebagai pengatur tata kelakuan (tata susila - istilah ibu Sunarti Hartono).

Dalam tinjauan yang demikian adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkatan yaitu;

a, tingkat nilai budaya;

b, tingkat norma norma;

c, tingkat hukum;

d, tingkat aturan khusus.

Tingkat pertama adalah lapisan yang paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat adat ini adalah idee idee yang mengkonsepsikan hal hal yang paling bernilai dalam masyarakat. Konsepsi serupa itu biasanya luas dan kabur, tetapi walaupun demikian berakar dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia. Contohnya nilai Gotong Royong (Istilah Soekarno, dalam pidato 1 Juni 1945)-- eka sila.

Tingkat kedua lebih kongkrit adalah sistem norma. Norma norma itu adalah nilai nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan peranan manusia.sebagai anggota komunitas.

Tingkat ketiga lebih kongkrit lagi adalah sistem hukum (baik hukum adat maupun hukum tertulis). Hukum adat jelas mengenai bermacam macam sektor hidup yang sudah terang batas batas ruang lingkup. Jumlah undang undang hukum dalam suatu masyarakat sudah jauh lebih banyak dari pada jumlah Norm Norm yang menjadi pedoman nya.

Tingkat adat yang keempat adalah aturan aturan khusus yang mengatur aktivitas aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam kehidupan masyarakat.

Bilamana kita analisis Prof. Koentjaraningrat tersebut kita kaitkan dengan kehidupan yang lebih kongkrit dapat diformulasikan dengan kalimat yang lebih sederhana bahwa dalam suatu Hukum Adat nilai tertinggi adalah sistem nilai sosial budaya mengandung prinsip pokok, kemudian di bawahnya pula prinsip sistem norma norma yang berfungsi sebagai asas asas hukum (rechtsbeginsel). Sistem norma norma ini dalam aktualisasi diwujudkan dalam lebih kongkrit lagi berupa peraturan peraturan hukum (rechtsregel) yang kemudian sebagai ius operandumnya secara konkret dinyatakan secara lebih khusus lagi dalam berbagai peraturan atau putusan hukum in konkrito.

Teringat dengan teori Prof. M.M.. Djojodiguno SH guru besar hukum adat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan teori LAYON TEORI.

(Teori mayat). Bahwa hukum yang ada dalam sistem norma (UU- KUHP misalnya), barulah di katakan hukum apabila sudah dihidupkan.

Menghidupkannya melalui tangan petugas hukum (ingat teori Ter Haar - teori keputusan baik teori keputusan yang didoktrin kannya tahun 1927 - kepala adat - maupun di tahun 1937 , yang diputuskan oleh masyarakat).

Dari berbagai konsepsi yang diuraikan di atas terlihat kepada kita telah terjadi beberapa perkembangan mengenai konsepsi hukum adat yang diakibatkan oleh karena terjadi perubahan di dalam hukum adat itu sendiri maupun sebagai akibat dari terjadinya perubahan nilai nilai sosial budaya masyarakat kita.

Itu bukan lah suatu kenistaan tapi sudah menjadi kewajaran, karena budaya sifat dinamis dan plastis - istilah Prof. Iman Sudiyat SH dan teori Ki Hadjar Dewantara budaya adalah hasil Budi dan Daya Manusia menghadapi tantangan alam dan zaman.

Istilah lain disebut "berkembang atau dikembangkan" istilah Anis Rasyid Baswedan bukan istilah dilestarikan. Yang banyak diucapkan oleh khalayak umumnya karena kurangnya pemahaman mereka.***

*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan