Hukum Adat Dalam Kancah Politik Pembangunan Hukum Nasional (Hukum Pancasila)
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Judul di atas terdiri dari dua unsur sehingga terbentuk suatu judul artikel ini, yaitu satu sisi istilah Hukum Adat, dan sisi kedua adalah Hukum Pancasila.
Tentu penulis bukan menghayal memposisikan kedua istilah tersebut.
Ada dua argumen yang menjadi rujukan kita seperti apa yang dikatakan oleh Ir. Bung Karno di dalam pidatonya 1 Juni 1945 serta pidato saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajahmada Yogyakarta tanggal 19 September 1951 yang berjudul Ilmu dan Amal Geest-Wil- Daad. Bahwa beliau sudah lama menggali dan mendalami nilai nilai adat istiadat sejak 1918, guna membuat dasar negara yang didirikan atas suatu Weltanschauung (Ir. Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, 2016: 15).
Kedua isi pidato pengukuhan Prof. Dr. R.M. Soeripto SH, 2 November 1969, mengatakan bahwa hukum adat adalah penjelmaan Pancasila (bahwa Pancasila sumber kelahiran welbron dan hukum adat sumber pengenal kenbron dari Pancasila.
Hukum adat sebagai salah satu bagian dari hukum umumnya juga akan merupakan sebuah permasalahan dan senantiasa sebagai suatu masalah yang selalu dihadapi oleh Bangsa dan Negara kita khususnya dalam rangka pelaksanaan pembangunan hukum nasional.
Hukum adat dewasa ini di negara kita sebagian sarjana dipandang sebagai salah satu kebanggaan nasional yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena kita dapat melihat bentuk dan wajah dari kepribadian bangsa Indonesia. Prof. M. Nasroen, SH Dalam bukunya Filsafat Indonesia, 1967, mengatakan dengan tegas kesungguhan bangsa Indonesia dalam soal kebudayaan ternyata dari Hukum Adat ini adalah tinggi mutu nya dalam mengatur ketatanegaraan dan mengatur Budi pekerti dan pergaulan hidup manusia. Hukum adat ini adalah asli kepunyaan dan ciptaan bangsa Indonesia sendiri.
Di samping itu kita harus menyadari pula bahwa hukum yang kita banggakan tersebut bereksistensi dalam suatu suasana perubahan sosial (social change) yang sangat cepat. Sebagaimana kita rasakan bersama bahwa semenjak tahun 1945 telah dimulai suatu perubahan sosial yang sangat menyolok jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya.
Sekalipun perubahan sosial tersebut tidak berlangsung dengan seketika, namun sejak saat itu baik disadari maupun tidak proses perkembangan masyarakat berubah dengan cepat sekali, dari proses yang sifatnya spontan, yang dibiarkan dan digantungkan pada perkembangan spontan faktor faktor sosial budaya dalam masyarakat, menjadi suatu proses yang secara sengaja ingin berubah, dipengaruhi serta di arahkan kepada keadaan masyarakat sebagaimana yang dicita citakan.
Sebenarnya sudah lama dan banyak dipermasalahkan orang mengenai bagaimana kedudukan hukum adat baik berkenan dengan kedudukan nya sebagai bagian dari Tata Hukum Negara Indonesia maupun dalam kaitannya dengan Pembinaan Hukum Nasional dan Pembangunan Hukum Nasional khususnya. Kita dapat mencatat serangkaian nama nama para ahli hukum kita yang banyak memperbincangkan tentang masalah ini seperti; Soepomo, Djojodiguno, Soeripto, Hazairin, Soediman Kartohadiprodjo, Gouw Giok Siong, Koesnoe dan para ahli hukum lainnya yang banyak bergumul dengan masalah masa hukum adat.
Beberapa kali pertemuan baik bersifat seminar dan lain lain bentuk perbincangan nya, dapat kita sunting beberapa kali pertemuan dimaksud antara lain.
Seminar Hukum Nasional ke III yang berlangsung pada tanggal 11 s/d 15 Maret 1974 di Surabaya secara tegas telah menyatakan bahwa Pembinaan Hukum Nasional harus memperhatikan Hukum Adat yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) kemudian disusul oleh pernyataan Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional yang berlangsung pada tanggal 15 s/d 17 Januari 1975 di Fakultas Hukum Universitas Gajahmada Yogyakarta telah menyimpulkan bahwa hukum adat adalah merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan bagi pembangunan hukum nasional, sedangkan Simposium UUPA dan Kedudukan Tanah Adat Dewasa ini yang berlangsung tanggal 6 s/d 8 Oktober 1977 di Banjarmasin juga mengkonstatir tentang adanya kelainan penafsiran tentang pengertian hukum adat yang dimaksud oleh UUPA yang mengakibatkan kelainan dalam menetapkan kedudukan serta ruang lingkup dari pada hukum adat tersebut.
Masalah ini juga penting untuk mendapatkan perhatian terutama sekali dari kalangan mereka yang berkecimpung dalam dunia hukum di negara kita, dalam rangka penelitian hukum, khusus hukum adat masyarakat masyarakat setempat, untuk kepentingan Pembinaan Hukum Nasional maupun untuk kepentingan pelaksanaan penegakan hukum dan pendidikan hukum. Dalam hal penelitian hukum adat seyogianya harus memperioritaskan identifikasi dan inventarisasi Hukum Adat masyarakat setempat.
Mengenai identifikasi dan inventarisasi hukum adat masyarakat setempat. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) , pernah mengeluarkan monografi hukum adat dari beberapa propinsi, termasuk propinsi Sumatera Selatan. Alhamdulillah ada beberapa hasil penelitian penulis mengenai identifikasi dan inventarisasi masyarakat hukum adat ditulis bersama dengan yang lain sebanyak 6 buah dan semua itu terdokumentasi di BPHN., yang waktu itu tim BPHN salah satunya adalah Prof. Iman Sudiyat SH (pembimbing thesis S2 penulis di Universitas Gadjah Mada). Penelitian dimaksud penulis lakukan antara tahun 1980-1986, melalui anggaran DIPA, Pusat Penelitian Universitas Sriwijaya ketua nya waktu itu Prof. Dr.Ir. Bukhari Rahman dan Dr. Zainab Bakir, SE.
Tentu tidak semua ahli hukum Indonesia yang mengagungkan kedudukan hukum adat. Ada juga yang mengatakan hukum adat sudah out of date dan segera ditinggalkan karena kalau kita berpegang teguh pada hukum adat tersebut berarti kita harus mundur beberapa langkah dari gerak modernisasi, karena hukum adat akan menghambat lajunya gerak pembangunan nasional di negara kita. Hukum adat menurut mereka hanya lah penting bahan sejarah hukum saja.
Perbedaan pendapat yang demikian sebenarnya bukan lah hal yang baru di kalangan ahli hukum kita, karena bibit pertentangan yang demikian sudah ada sejak zaman penjajahan dahulu, yang pro terhadap hukum adat dan ada yang kontra sekalipun mungkin motivasi nya berbeda dengan sekarang ini.
Perbedaan pandangan tersebut adalah suatu hal yang wajar dalam suatu perkembangan ilmu pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.***
*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan