Biaya Kuliah Mahal
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Di bulan Mei, biasanya kita selalu memperhatikan "Hari Kebangkitan Nasional" tepatnya tanggal 20 Mei setiap tahunnya.
Yang menarik untuk diamati sebagai pemerhati sosial sekaligus mantan akademisi selama hampir memasuki masa 40 sebagai tenaga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
Khususnya di tahun ini, merasa tergugah menyoroti beberapa berita baik yang cetak maupun online memuat berita adanya kejadian kejadian protes mahasiswa (Badan Eksekutif Mahasiswa), tentang adanya kenaikan biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri.
Bahkan sampai ratusan juta rupiah.
Kalau kita mengingat sejarah bangkitnya Pergerakan Politik Kemerdekaan Indonesia yang diawali dengan berdirinya Organisasi " Budi Oetomo, oleh dr. Wahidin beserta beberapa tokoh lainnya tidak lain ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu nya sarana untuk mengisi kemerdekaan ini sebagai meneruskan amanah mereka mereka pejuang tidak lain untuk mencerdaskan bangsa. Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 45 yang dikenal sebagai Rechtside bangsa Indonesia yang tersusun rapi dalam nilai nilai Pancasila.
Yang menarik untuk kita cermati adalah pernyataan seorang yang menduduki posisi penting di Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, mengatakan dengan ringannya bahwa : Pendidikan Tinggi sifatnya TERSIER (tidak utama alias tidak penting). Karena itu bukan usia wajib belajar seperti 12 tahun. Sehingga merupakan suatu pilihan mereka yang akan melanjutkan Pendidikan Tinggi.
Ini merupakan suatu persoalan serius. Dalam memajukan dan mencerdaskan bangsa.!
Bukan malah sebaliknya bagaimana supaya tamatan Sekolah Menengah Atas, yang belum bisa mandiri dengan kata lain tidak mampu membayar uang kuliah karena kondisi keuangan orang tua nya, akan mencarikan jalan keluar. Bukan hanya menyampaikan statement statement yang kontradiktif.
Sebagai pengalaman pribadi saya sejak masuk Perguruan Tinggi negeri tahun 1974 sampai 1980 dan dilanjutkan dengan biaya penulisan penelitian pembuatan thesis di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mendapatkan biaya berupa beasiswa, sebut saja Beasiswa Supersemar.
Pada tahun pertama 1974 beasiswa sebesar Rp.12.500 (dua belas ribu lima ratus) . Terakhir menjelang tamat kalau tidak keliru sebesar Rp 25.000, (dua puluh lima ribu).
Mudah mudahan dengan semangat hari peringatan Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 24 ini, pihak pengambil kebijakan baik yang ada lembaga Perguruan Tinggi Negeri maupun Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia dapat mencarikan jalan yang seadil adilnya buat memajukan bangsa. Jangan ada kesan sebagai lembaga untuk mencari keuntungan.
Belum lagi berita berita yang lain di tingkat pendidikan tentang protes orang tua / wali akibat adanya program kegiatan Perpisahan sekolah yang memungut biaya tinggi, sehingga membebani masyarakat.
Malah aneh sebuah Perguruan Tinggi Negeri, melaporkan mahasiswa didiknya ke lembaga penegak hukum karena melakukan protes dari suatu kebijakan yang oleh mahasiswa cukup memberatkan sehingga mereka dapat menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi.
Walaupun mungkin sehabis menjadi sarjana belum tentu mendapatkan pekerjaan yang layak untuk mempertahankan kehidupan nya beserta keluarga masing masing. Yang dihimpit oleh tinggi nya biaya biaya yang lain
Kebutuhan pokok meningkatkan, pajak, iuran dan lain lain serba mahal. Jangan sampai beberapa kebijakan mengakibatkan frustrasi masyarakat kita.Yang sebentar lagi memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus.1945. MERDEKA.
Slogan Pendidikan kita sekarang MERDEKA BELAJAR. Yang terpampang di mana mana baik di lingkungan sekolah maupun di kampus kampus.
Di sisi lain Presiden Jokowi pernah menyampaikan bahwa lulus S1, S2 dan S3 kita dibawah negara negara Tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, yaitu hanya 0,45 persen, sedangkan mereka Malaysia sudah mencapai angka 2,45 persen. Untuk negara negara maju sudah sampai diangka 9 persen.
Sedangkan lulusan SMA yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi hanya 31 persen dari jumlah penduduk lebih kurang 270 juta jiwa. Dengan biaya 85 triliun untuk belanja seluruh Perguruan Tinggi Negeri. Dari anggaran pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara' sebesar Rp. 645 triliun. Sehingga ke depan perlu diadakan standar nasional pendidikan di segala aspek. Sehingga tidak mudah untuk diubah setiap waktu.
Seperti menjadi dasar pertimbangan para rektor penaikkan biaya UKT di perguruan tinggi. Yaitu Kemendiknas nomor 2 tahun 2024 yang akhirnya menimbulkan kegelisahan para mahasiswa baik yang sedang berjalan maupun yang akan memasuki bangku kuliah 2024.***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan