Breaking News

Mengenai Lebih Dekat Prof.DR. H. Moh. Koesnoe SH

 

Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

JENDELAKITA.MY.ID - Mungkin pembaca bertanya tanya kenapa saya selalu mengutip pendapat Prof. DR. H. Moh. Koesnoe SH di dalam beberapa kesempatan menulis artikel di media sosial baik cetak maupun elektronik.

Maka pada kesempatan ini tidak salah nya saya sedikit mengemukakan argumentasi. Sekaligus izin kepada keluarga almarhum.

Beliau saya kenal pertama kalinya, di saat saya dikirim oleh Prof. Mr. H. Makmoen Soelaiman (guru besar ilmu hukum adat Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya- dan juga pembimbing skripsi penulis).

Untuk mengikuti kegiatan pendalaman materi ilmu hukum adat (yang waktu itu direncanakan untuk mengikuti pendidikan lanjutan S3 non melalui S2 saat itu).

Namun regulasi peraturan perundang undangan rencana tersebut terkendala. Hanya seingat saya ada satu teman yaitu Prof. Dr. YCT. Tambun Anyang SH (guru besar ilmu hukum adat Fakultas Hukum Universitas Tanjung Pura Pontianak. Yang melanjutkan pendidikan doktoral nya ke negeri Belanda atas rekomendasi Prof. Koesno kepada Prof. Albert Trouwborst dan Herman Slaats (guru besar Antropologi Universitas Katolik Nijmegen Belanda).

Kegiatan tersebut di lakukan di Pusat Studi Hukum Adat dan Islam Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (direncanakan dilakukan setelah satu bulan dalam setahun selama lima tahunan: penulis hanya mengikuti dua kali yaitu pada tahun 1981 dan 1982. Karena pada tahun 1983 mengikuti program pencangkokan dan diteruskan pendidikan S2 di Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Prof. DR. H. Moh. Koesno, SH wafat pada hari Sabtu, 9 Mei 1998 di RS. Darmo Surabaya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Mayjen. Soengkono Surabaya (data surat ibu Hj. B. Moh.Koesno).

Beliau sempat memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, atas permintaan pribadi saat itu saya sedang menjabat Pembantu Dekan I bidang akademik, dan beliau bersedia; karena kebetulan beliau berkunjung ke Palembang ada anak kandungnya di Palembang saat itu.

Beliau banyak menyusun buku yang menjadi referensi saya antara lain:

a. Liber Amicorum Mohammad Koesno.

b. Pemahaman dan Penggarapan Hukum Kodifikasi Dalam Kalangan Praktek dan Teori Hukum kita dewasa ini.

c.Hukum dan Peraturan Di dalam Tata Hukum kita.

d.Keadaan Resepsi Hukum Barat di Indonesia Dewasa ini.

e. Hukum adat (dalam alam kemerdekaan nasional danHu persoalannya Menghadapi Era Globalisasi.

f. Hukum Adat Sebagai Salah satu model hukum.

g. Kedudukan dan Tugas Hakim Menurut Undang Undang Dasar 1945 (karya terakhir beliau sebelum wafat, surat pengantar dari ibu Hj. Badariyah, saat mengirimkan bukunya kepada saya tanggal 30 Desember 1990).

Di dalam surat tersebut yang menjadi amanat saya sebagai penerus pemikiran beliau tertulis kata kata amanat terakhir bahwa buku tersebut harus DISEBARLUASKAN di kalangan civitas akademika dan praktisi hukum di seluruh Indonesia.

Mudah mudahan amanat tersebut akan dilaksanakan dengan menyebarkan isi prinsip nilai nilai dasar yang beliau ajarkan selama mengikutinya. Aamiin. Alfatihah buat guru guru ku, baik yang langsung maupun tidak langsung. Khususnya dalam bidang ilmu hukum adat, yang dewasa ini sudah banyak kurang diminati oleh para sarjana hukum baik akademisi apa lagi yang lainnya.

Padahal dengan menggali nilai nilai hukum adat otomatis juga akan mendapatkan nilai nilai Pancasila. Sebagaimana dikatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidato pengukuhan sebagai Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajahmada Yogyakarta.

Dan disitir juga oleh Guru Besar ilmu hukum Universitas Brawijaya Malang Prof. DR. R.M. Soeripto, SH dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar ilmu hukum adat dan Pancasila.

Pancasila sebagai sumber kelahiran (welbron) dan hukum adat adalah sumber pengenal (kenbron) dari Pancasila.

Dan yang menjadi catatan penulis dengan Prof. DR. H. Moh. Koesno SH adalah testimoni beliau saat Tim Dewan Penasehat dan Pembinaan Adat Istiadat Sumatera Selatan akan menyusun buku Kompilasi Adat Istiadat Sumatera Selatan. Waktu itu saya minta pendapatnya, dan beliau menyambutnya dengan surat pribadi beliau tertanggal 21 April 1997. Yang mengatakan

"Buku Hukum" seperti Simbur Cahaya harus hati hati dibaca. Karena ini adalah buatan dari kalangan atas, bukan tumbuh dari rakyat.

Sehingga dalam beberapa artikel penulis menggunakan istilah KOMPILASI. ***

*) Penulis adalah Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan