Breaking News

Fenomena Kehidupan Guru Selalu Disalahkan


Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.  (Pengamat hukum dan sosial)

Jendelakita.my.id. - Guru merupakan sosok manusia yang berjiwa ikhlas dalam mendidik siswa-siswinya. Begitu mulianya seorang pendidik; jika dibandingkan dengan profesi lain, kedudukannya bagaikan langit dan bumi. Namun, jika dilihat dari sisi gaji dan kewajiban yang diemban, hal tersebut masih belum seimbang. Seorang guru selalu dituntut oleh berbagai aturan yang bersifat formal (peraturan perundang-undangan) maupun aturan adat istiadat dan etika.

Baru-baru ini, sebagaimana dilansir oleh Berita Sumsel pada 14 Oktober 2025, ratusan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, tidak masuk sekolah pada Senin, 13 Oktober 2025. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap kepala sekolah mereka yang telah menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah. Bahkan, terpantau pada hari itu terpampang spanduk bertuliskan, “Kami tidak akan sekolah sebelum kepala sekolah dilengserkan.” Salah satu orang tua siswa juga berencana melaporkan kepala sekolah tersebut kepada pihak berwajib karena diduga telah menganiaya (menampar) anaknya.

Terlepas dari berita di atas, tulisan ini tidak akan membahas substansi kasus tersebut secara mendalam. Fokus utama artikel ini adalah bahwa tugas mulia seorang guru dalam mendidik generasi muda selalu menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Seorang tokoh pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, dalam bukunya Pendidikan terbitan Yayasan Taman Siswa, sebagaimana disampaikan oleh muridnya Prof. Iman Sudiyat, S.H. (mantan Rektor Universitas Taman Siswa Yogyakarta), mengatakan bahwa hubungan timbal balik antara guru dan murid adalah sebagaimana slogan: “Jauh tapi dekat, dekat tapi jauh.”

Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa seorang guru harus mampu menjaga jarak dengan muridnya agar tidak terjadi hal-hal yang melanggar hukum dan etika. Banyak contoh di dunia pendidikan menunjukkan terjadinya perbuatan tidak terpuji yang melanggar hukum dan etika, seperti perselingkuhan atau janji-janji palsu. Hal-hal tersebut kerap terjadi karena hubungan antara guru dan murid terlalu dekat. Namun demikian, hubungan tersebut juga tidak boleh terlalu jauh, sebab guru tetap harus menjadi sosok yang membimbing dengan kasih.

Maknanya, seorang guru sebagai pendidik harus pandai menjaga jarak yang tepat. Guru tidak boleh dianggap sebagai sosok yang menakutkan oleh siswa-siswinya. Ia harus mampu bersikap lembut, namun tegas bila diperlukan, dalam rangka membentuk kepribadian murid-muridnya. Kondisi ideal seperti ini tampaknya mulai berubah. Kini, banyak kasus yang melibatkan guru dan murid yang justru melanggar aturan.

Di sisi lain, tindakan guru dalam membentuk karakter anak-anak sering kali mendapat penilaian negatif dari masyarakat, seperti yang tergambar dalam kasus di atas. Wajar jika seorang guru melarang siswanya merokok selama jam sekolah karena perilaku tersebut dapat berdampak sosial bagi murid lainnya. Apalagi saat ini, rokok kerap menjadi media yang digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, seperti mengisap sabu atau zat adiktif lainnya. Semua itu tentu harus dihindari dalam koridor hukum yang berlaku, baik oleh kalangan murid maupun guru.

Guru merupakan profesi yang mulia dan penuh pengabdian. Pada diri mereka melekat semboyan yang tak lekang oleh waktu: “Pahlawan tanpa tanda jasa.”