Breaking News

Pengakuan Keistimewaan Pemerintah Daerah



Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan)

Jendelakita.my.id – Selain asas otonomi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amendemen tahun 2002, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, serta kota diatur dalam suatu undang-undang dengan memperhatikan kekhususan masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (1).

Selain itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B ayat (2).

Pasal ini merupakan perwujudan dari kebhinnekaan masyarakat dan wilayah Negara Indonesia, dengan segala kekayaan etnis, budaya, adat istiadat, serta karakter masing-masing daerah, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas, serta keunikan tersendiri yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor pendukung terbentuknya bangsa tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung lahirnya bangsa Indonesia antara lain:

  1. Faktor objektif, meliputi aspek geologis-ekologis dan demografis;

  2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, politik, dan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Menurut Mr. Mohammad Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap, yaitu:

  • Tahap pertama: Zaman Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra (600–1400 M), yang bercirikan kedatuan.

  • Tahap kedua: Zaman Majapahit (1293–1525 M), yang bercirikan keprabuan. Kedua tahap ini dikenal sebagai negara kebangsaan Indonesia lama.

  • Tahap ketiga: Negara kebangsaan Indonesia modern, yaitu Negara Indonesia Merdeka yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 (Sekretariat Negara RI, 1995: 11).

Robert de Ventos, sebagaimana dikutip oleh Manuel Castells dalam bukunya The Power of Identity (Suryo dalam Kaelan, 2020), mengemukakan teori mengenai munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi dari empat faktor, yaitu:

  1. Faktor primer: etnisitas, teritorial, bahasa, agama, dan unsur serupa lainnya;

  2. Faktor pendorong: pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern, serta pembangunan lainnya dalam kehidupan bernegara;

  3. Faktor penarik: kodifikasi bahasa dalam tata gramatika resmi, pertumbuhan birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional;

  4. Faktor reaktif: penindasan, dominasi, serta pencarian identitas alternatif melalui gerakan kolektif rakyat.

Keempat faktor tersebut pada dasarnya terlibat dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang sejak sebelum kemerdekaan. Pencarian identitas nasional bangsa Indonesia senantiasa melekat pada perjuangan bangsa dalam membangun negara dengan konsep dan nama Indonesia.

Bangsa dan negara Indonesia dibentuk dari unsur-unsur masyarakat lama, kemudian dipersatukan dalam suatu kesatuan bangsa dan negara yang berlandaskan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu, pembentukan identitas nasional Indonesia berkaitan erat dengan unsur sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama, serta geografis yang saling terkait dan terbentuk melalui proses sejarah yang panjang.