Syaiful Anwar, S.Ag. M.H., Berikan Penyuluhan Hukum dengan Tema Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif dalam Hukum Islam di Kecamatan Sumber Harta Musi Rawas
Jendelakita.my.id. - Syaiful Anwar, S.Ag. M.H., yang merupakan dosen program studi Hukum Tata Negara (HTN) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Bumi Silampari Lubuklinggau memberikan penyuluhan hukum dalam upaya mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) di hadapan kepala desa dan perwakilan desa se-Kecamatan Sumber Harta Kabupaten Musi Rawas pada hari Rabu, 29 Mei 2024.
Adapun tema yang disampaikan adalah tentang Pandangan Islam terhadap kekerasan rumah tangga
Pandangan Islam terhadap KDRT bersumber dari Al-Qur'an, kebiasaan Nabi Muhamad (Sunnah), sejarah, dan fatwa ulama.
"Al-Quran dan Sunnah dengan jelas menggambarkan hubungan antar pasangan. Al-Qur'an mengatakan bahwa hubungan itu didasarkan pada ketentraman, cinta tanpa syarat, kelembutan, perlindungan, dukungan, kedamaian, kebaikan, kenyamanan, keadilan, dan belas kasih" ujar Syaiful Anwar yang juga sedang menyelesaikan program doktor ilmu syariah di UIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
Nabi Muhammad, memberi contoh langsung tentang cita-cita hubungan pernikahan dalam kehidupan pribadinya. Tidak ada perkataan Muhammad yang lebih jelas tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya selain tanggapannya ketika ditanya:
Beri dia makanan saat kamu mengambil makanan, beri dia pakaian ketika kamu membeli pakaian, jangan mencaci wajahnya, dan jangan memukulinya.
Muhammad lebih lanjut menekankan pentingnya sikap baik terhadap perempuan dalam perjalanannya. Pelanggaran terhadap hak perempuan dalam perkawinan sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Tuhan.
Kekerasan terhadap seorang perempuan juga dilarang karena bertentangan dengan hukum Islam, khususnya tentang kehidupan dan akal, dan perintah Al-Qur'an tentang kebenaran dan perlakuan baik.
Kekerasan dalam rumah tangga dilihat dengan konsep kerugian (darar) dalam hukum Islam.
Ini termasuk kegagalan suami untuk memberikan kewajiban keuangan (nafkah) untuk istrinya, tidak hadirnya suami dalam waktu lama, ketidakmampuan suami untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya, atau perlakuan sewenang-wenang anggota keluarga terhadap istri.
Pada abad ke-17, selama Kekaisaran Turki Usmani, vonis hukum dikeluarkan terhadap suami yang melakukan kekerasan dalam beberapa kasus KDRT.
Islam mengizinkan istri yang dilecehkan untuk mengklaim kompensasi di bawah ta'zir (hukuman jasmani). Ahli hukum Suriah abad ke-19 Ibnu Abidin mengatakan ta'zir wajib dikenakan untuk: … laki-laki yang memukuli istrinya secara berlebihan dan “mematahkan tulang”, “membakar kulit”, atau “menghitamkan” atau “memar kulitnya”.
Dasar Hukum Islam dalam surat An-Nisa ayat 34 "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar."
Ayat ini secara khusus membahas masalah hukum nusyuz, yang secara kontroversial diterjemahkan sebagai ketidaktaatan istri, pembangkangan terang-terangan, atau kelakuan buruk.
Ini penting karena prinsip umum yang digunakan adalah bahwa seorang istri berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya sesuai dengan pedoman hukum Islam.
Satu-satunya pengecualian dari hak ini adalah ketika dia nusyuz.
Begitu juga Hadis dari Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:
“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk melakukan hubungan intim. Lantas sang istri menolak, maka pada malam itu wanita tersebut akan dilaknat oleh para malaikat sampai subuh,” (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua dalil di atas kerap disalahtafsirkan segelintir orang. Padahal, dalil di atas hanya memperbolehkan memukul istri dalam keadaan darurat seperti melakukan kesalahan di luar batas.
Meskipun diperbolehkan memukul istri, tindakan tersebut juga ditujukan untuk mendidik. Di samping itu, tindakan memukul harus dilakukan sesuai ketentuan ulama.
Dalam Surah An-Nisa Ayat 19; "Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, [maka bersabarlah] karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya".
Surah Ar-Rum Ayat 21
"Dan di antara tanda-tanda [kebesaran]-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda [kebesaran Allah] bagi kaum yang berpikir". ***