Breaking News

Sidang Pertama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (BPUPKI) 29 Mei - 1 Juni 1945


 Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)

Jendelakita.my.id - Tulisan ini sekedar membuka sejarah lama, untuk diketahui generasi muda perjalanan menuju Proklamasi.

Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan selama empat hari, berturut turut untuk pidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut;

a. Tanggal 29 Mei 1945. Mr. Muhammad Yamin.

b. Tanggal 31 Mei 1945 Prof. Soepomo dan tanggal 1 Juni 1945 . Ir. Soekarno.

Mr. Muh. Yamin mengusulkan tentang negara Indonesia yang akan dibentuk, jadi tidak secara langsung menguraikan rincian Pancasila. Yamin menguraikan tentang E 'tat nation atau Nationale staat (negara kebangsaan).

Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin, menyerahkan naskah sebagai lampiran, yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumus UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan Pembukaan.

Dalam hubungan nya tentang pembahasan isi pidato Muh. Yamin, pernah terjadi polemik, di satu pendapat mengatakan bahwa penggali Pancasila adalah Muh. Yamin, namun pada pendapat lain mengatakan bahwa yang menggali Pancasila satu satunya adalah Soekarno. Meskipun Soekarno sendiri mengatakan bahwa beliau adalah salah satu penggali Pancasila.

Dalam hubungan ini Moh. Hatta mengatakan "Tidak benar" Bung Yamin mengucapkan pada sidang panitia kecil (Hatta dalam panitia lima, 1984; 59 dalam Kaelan: 22).

Prof. Soepomo, berbeda dengan usulan Mr. Muh. Yamin, beliau mengemukakan teori dari:

(a). Teori Negara perseorangan, Thomas Hobbes, J.J. Rousseau, Herbert Spencer, H.J. Laski.

Menurut paham ini, negara adalah masyarakat hukum yang disusun atas Kontrak antara seluruh individu (contract sosial). Yang berkembang di negara Eropa dan Amerika.

(b). Paham negara kelas atau golongan. Marx, Engels dan Lenin. Negara adalah alat dari suatu golongan untuk menindas golongan (klasse) lain. Negara kapitalis adalah alat dari kaum bourgeoise.

(c). Paham negara integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller Hegel.

Menurut paham ini negara bukan lah untuk menjamin perseorangan atau golongan akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruh nya sebagai suatu persatuan. Negara adalah satu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, bagian atau anggota nya saling berhubungan erat satu dengan lainnya dan merupakan kesatuan organik. Paham ini yang terpenting dalam negara adalah penghidupan bangsa seluruh nya. Negara tidak memihak kepada golongan yang paling kuat atau yang paling besar, tidak memandang kepentingan seseorang sebagai pusat akan tetapi Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu persatuan (sekretariat negara, 1955: dalam Kaelan). Catatan bahwa ada buku berjudul khusus membahas "Pandangan Negara Integralistik", yang merupakan skripsi mulanya oleh Marsillam Simanjuntak di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989, berjudul Unsur Hegelian dalam Pandangan Negara Integralistik dengan pembimbing Prof. Ismail Suny.

Istilah ini sangat menarik perhatian jika belakang ini istilah itu muncul lagi dan masuk ke dalam kosakata perpolitikan Indonesia.

Bagaikan pusaka antik yang selama ini terbengkalai, konsep ini kembali dirawat dan serta Merta dinyatakan memiliki kesahihan sebagai dasar penafsiran UUD 1945.

Ir. Soekarno, sebagaimana dijelaskan sidang BPUPKI itu dr. Radjiman sebagai ketua, mengajukan pertanyaan suatu permintaan fundamental yaitu menyangkut dasar filsafat negara (philosofi groundslag). Indonesia yang akan merdeka.

Dengan tidak mengurangi pidato Mr. Muh. Yamin dan Prof. Soepomo, bahwa rumusan dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama yang diformulasikan secara lengkap adalah pidato Ir. Soekarno .

Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang dirumuskan nya adalah sebagai berikut;

1, Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)

2, Internasionalisme (perikemanusiaan).

3, Mufakat (demokrasi)

4, Kesejahteraan Sosial 

5, Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan).

Lima prinsip sebagai Dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno diusulkan agar diberi nama PANCASILA, atas saran salah seorang teman beliau ahli bahasa.***

*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan