Pemimpin yang Dicintai
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U.
Jendelakita.my.id. - Ketika Michael Hart dalam bukunya 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh menetapkan Nabi Muhammad Saw. sebagai tokoh nomor satu, jika diamati lebih dalam, hal tersebut terjadi karena Hart menilai bahwa Nabi Muhammad Saw. meluaskan pengaruhnya melalui akhlak yang mulia. Akhlak tersebut begitu luhur, hingga tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya sampai saat ini. Dengan akhlaknya yang mulia, Nabi Muhammad Saw. menjadi sosok yang paling dicintai oleh para pengikutnya, bahkan hingga hari ini.
Sikap rahman dan rahim beliau menjadi landasan awal perjuangannya. Sikap ini terbukti efektif dalam membangun pengaruh sebagai pemimpin yang dicintai. Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang sangat jujur, sehingga dijuluki Al-Amin, yang berarti "orang yang dapat dipercaya."
Di antara akhlak beliau yang mulia adalah sifat adil dan bijaksananya. Pernah hampir terjadi perang saudara di kalangan kaum Quraisy, ketika dua kelompok berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Tatkala mereka melihat Nabi Muhammad Saw. sebagai orang pertama yang memasuki tempat itu, mereka serentak berkata, “Inilah Al-Amin! Kami dapat menerima keputusannya.” Nabi kemudian diminta untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Beliau berpikir sejenak, lalu berkata, “Bawalah sehelai kain.” Setelah kain dibawa, beliau membentangkannya, lalu meletakkan Hajar Aswad di tengah kain itu dengan tangannya sendiri. Kemudian beliau berkata, “Hendaklah setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini.” Bersama-sama, mereka mengangkat batu tersebut dan membawanya ke tempatnya. Setelah sampai, Nabi Muhammad Saw. mengambil batu itu dan meletakkannya sendiri. Dengan cara yang bijak dan adil ini, perselisihan berhasil diredam dan bencana berhasil dihindarkan.
Contoh lain dari akhlak beliau yang mulia dapat dilihat dari sikap sehari-harinya. Bila seseorang berbicara kepada beliau, beliau mendengarkan dengan sungguh-sungguh, tanpa menoleh kepada orang lain. Bahkan, beliau memutar tubuhnya sepenuhnya untuk memberi perhatian. Beliau lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Ketika berbicara pun, Nabi selalu bersungguh-sungguh, namun tetap diselingi dengan humor dan candaan yang santun. Apa yang beliau ucapkan selalu benar. Kadang beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya—semua itu menunjukkan kelapangan dadanya dan sikap menghargai orang lain. Beliau adalah pribadi yang bijaksana, murah hati, dan mudah bergaul.
Nabi Muhammad Saw. juga menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi dengan ketulusan hati. Ia mampu memelihara hubungan yang baik dengan para sahabat dan masyarakat sekitarnya, serta menyebarkan cinta dan kasih sayang terhadap sesama.
Barangkali, seseorang dapat mencintai orang lain tanpa harus memimpin mereka. Namun, tidak mungkin seseorang dapat menjadi pemimpin tanpa mencintai orang-orang yang ia pimpin. Pernyataan ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain melalui cinta dan kasih sayang. Seorang pemimpin tidak bisa hanya mengandalkan prestasi kerjanya saja. Jika “tangga” cinta ini dilewati, akibatnya orang lain tidak akan memberikan dukungan, karena mereka tidak menyukai pemimpinnya.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Balad (90): 17, yang artinya:
“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling menasihati dalam kesabaran dan saling menasihati dalam kasih sayang.”