Dua Referensi Yang Tidak Boleh Lupa Bila Bicara Demokrasi Pancasila
Tulisan Oleh: H. Albar Sentosa Subari*)
Jendelakita.my.id - Dua Referensi yang tidak bisa terlepas bila kita mau mengupas tentang Demokrasi Pancasila. Referensi yang pertama dalam membahas Demokrasi Pancasila khususnya pada dimensi Politik yaitu buku yang dikarang oleh Ir. Soekarno, yang berisi sebelas materi pidato beliau pada momen momen bersejarah di dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama membahas dasar dan philosofi bangsa Indonesia yaitu PANCASILA.
Referensi kedua adalah buku Mohamad Hatta berupa Memori terbitan khusus satu abad Bung Hatta oleh Yayasan Hatta, yang memuat berita penting dari perjuangan kemerdekaan Indonesia kedalam XX. Bab. Yang masing masing bab masih terbagi dalam sub bahasan sendiri namun saling berkesinambungan.
Dengan dua referensi inilah sebagai rujukan pertama dan utama khusus penulis sendiri yang sering membuka inspirasi inspirasi berfikir dari suatu konsep di hubungkan dengan dunia empiris.
Dua pendapat beliau di atas (bung Karno dan bung Hatta), merupakan suatu doktrin yang dijadikan sumber melaksanakan roda pemerintahan terutama dalam bidang politik dan ekonomi.
Kedua pemikiran tokoh tersebut menurut analisis penulis sebenarnya secara maknawi berada pada titik yang sama .
Yaitu pada bidang politik bung Karno mengatakan inti semua sila sila Pancasila kalau diambil sarinya adalah GOTONG ROYONG.
Sedangkan pemikiran Bung Hatta dalam bidang ekonomi dan kehidupan tertuju pada Ekonomi Kekeluargaan dengan sistem KOPERASI.
Dari data fakta empiris yang sedang kita hadapi sekarang ini sepertinya sesuai dengan pepatah warisan phuyang kita yaitu "Jauh panggang dari api".
Itu tidak bisa kita tutup tutupi karena perkembangan dan arus dunia yang sedang meng global.
Bidang politik dari awal Pancasila mengamanatkan bahwa Indonesia menganut sistem Demokrasi berkedaulatan rakyat dengan sistem musyawarah dan perwakilan.
Namun apa yang terjadi semua mengarah kepada sistem mayoritas (siapa yang banyak dia yang menang- belum tentu itu benar). Dengan pola demikian tentunya ada warga yang merasa menang di satu sisi, disisi lain merasa kalah, sepertinya asas persatuan dan kesatuan belum terwujud sebagai mana seharusnya.
Sistem di atas hampir tidak beda dengan sistim negara negara individualisme dengan prinsip one man one vote.
Sedangkan pada bidang ekonomi Soko guru ekonomi adalah KEKELUARGAAN hampir sama, Baca Pasal 33 dan 34 UUD 45 sebagai berikut:
(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
(2). Cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
(3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
(4). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas Demokrasi Ekonomi dengan prinsip kebersamaan efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Namun apa yang terjadi secara fakta: lembaga koperasi seperti yang diamanatkan oleh Bung Hatta hidupnya seperti pepatah yang mengatakan "Hidup enggan mati tak mau" .
Karena yang berkembang seiring dengan sistem politik individual tak bedanya dengan sistem ekonomi yang kapitalisme, liberalisme. Yang semua berujung pada kepentingan bukan kepentingan bersama, tapi yang utama adalah keuntungan individu.Terutama yang memiliki kekuatan entah kekuatan ekonomi, maupun kekuatan kekuatan lainnya.
Tulisan ini untuk mengingatkan kita pada dua tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia yaitu bung Karno dan Bung Hatta. Al- Fatihah buat para pejuang (founding father). Kalau bukan jasa dan perjuangan mu, belum tentu kami dapat merasakan kemerdekaan.***
*) Penulis adalah Ketua Koordinator Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan