Kisah di Balik Otentifikasi bagi Pensiunan
Tulisan Oleh H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Sosial)
Jendelakita.my.id. - Pagi ini ada pemandangan yang menarik perhatian saya ketika berkunjung ke sebuah bank yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun. Seperti biasanya, pada awal bulan bank tersebut tampak ramai, terutama oleh para pensiunan atau purna bakti yang umumnya telah berusia lanjut. Kepadatan ini semakin terasa karena bertepatan dengan pencairan gaji ke-13 di bulan Juni, sehingga animo masyarakat, khususnya para lansia penerima pensiun, meningkat signifikan. Saya sendiri sudah datang sejak pagi hari dan mendapat nomor antrean sembilan, berharap bisa segera dilayani.
Namun, ada pengalaman yang cukup mengesankan sekaligus menyentuh yang ingin saya bagikan. Di balik rutinitas penarikan dana pensiun, ternyata terdapat kendala teknis yang cukup menyulitkan para nasabah lanjut usia, yakni proses otentifikasi yang menjadi syarat wajib untuk pencairan dana. Banyak dari mereka yang mengalami kesulitan saat harus menjalani proses ini secara mandiri. Beberapa terlihat bingung, sebagian lagi tampak cemas karena tidak tahu harus mulai dari mana. Tak jarang mereka akhirnya meminta bantuan kepada petugas keamanan (satpam) bank untuk membimbing proses tersebut.
Selama saya menunggu giliran, setidaknya ada lima orang lansia yang mengalami hambatan dalam proses otentifikasi. Beberapa dari mereka bahkan harus menjalani proses yang cukup memakan waktu. Ketika mereka sampai di hadapan teller, proses pelayanan tidak bisa langsung dilakukan karena harus melewati beberapa tahap tambahan yang terkadang memakan waktu hingga 45 menit. Rata-rata waktu yang dibutuhkan minimal sekitar 25 menit per orang. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri, baik bagi para nasabah lansia maupun pihak bank yang harus melayani dengan sabar satu per satu.
Kondisi ini menggambarkan bahwa teknologi, meskipun dimaksudkan untuk memudahkan, kadang justru menjadi tantangan tersendiri bagi kelompok usia tertentu, khususnya mereka yang sudah sepuh dan tidak terbiasa dengan perangkat digital atau prosedur yang bersifat teknis. Kehadiran keluarga sebagai pendamping menjadi sangat penting untuk membantu kelancaran proses ini. Akan tetapi, tidak semua lansia datang bersama pendamping, dan ini semakin memperparah kebingungan yang mereka alami.
Pengalaman pribadi saya pun serupa. Meski mendapat nomor antrean ke-9, waktu yang saya habiskan di bank hingga proses selesai mencapai satu jam setengah. Ini tentu menjadi masukan penting bagi lembaga-lembaga atau instansi yang menangani penyaluran dana pensiun. Perlu adanya solusi yang lebih ramah lansia, baik dari segi pelayanan langsung maupun sistem otentifikasi yang lebih sederhana dan mudah diakses. Harapannya, pelayanan terhadap para pensiunan dapat berlangsung lebih efisien, manusiawi, dan tetap menghormati mereka sebagai warga senior yang telah berjasa di masa lalu.