Breaking News

Hikmah Sengketa Aceh vs Sumatera Utara



Penulis: H. Albar Sentosa Subari, S.H., S.U. (Pengamat Sosial dan Budaya)

Jendelakita.my.id – Pasca terbitnya keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mengenai penetapan wilayah administrasi atas empat pulau yang dimiliki oleh Provinsi Aceh, muncul dampak positif yang patut dicermati, khususnya bagi generasi muda. Peristiwa tersebut menjadi momentum pembelajaran sejarah mengenai peran penting masyarakat Aceh dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Salah satu referensi penting mengenai sejarah ini datang dari testimoni Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Bapak Muhammad Jusuf Kalla. Beliau menjelaskan secara tegas dan lugas tentang latar belakang terbentuknya Provinsi Aceh.

Sejarah mencatat bahwa pasca Agresi Militer Belanda ke wilayah Republik Indonesia—saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar Pulau Jawa, termasuk Jakarta dan Yogyakarta—Belanda mengklaim bahwa Indonesia telah kalah dan tidak lagi eksis sebagai negara merdeka. Klaim ini mengejutkan dunia internasional. Namun, dari pedalaman Aceh, siaran radio Rimba menggema dan menyampaikan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada dan belum dapat dikalahkan oleh Belanda. Siaran tersebut menjadi bukti kuat yang mematahkan klaim Belanda di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hingga akhirnya mereka dipermalukan karena dianggap telah menyebarkan kebohongan.


Dukungan rakyat Aceh terhadap Indonesia tidak berhenti di situ. Masyarakat Aceh tercatat pernah mengumpulkan dana secara sukarela untuk membeli pesawat terbang atas permintaan Presiden Soekarno. Para tokoh dan orang kaya Aceh dengan penuh semangat mengorbankan harta benda, termasuk emas, demi mendukung perjuangan negara. Bahkan, emas yang kini menjadi bagian dari puncak Tugu Monumen Nasional (Monas) di Jakarta merupakan sumbangan masyarakat Aceh, sebagai simbol semangat yang berkobar dalam mempertahankan kemerdekaan.

Banyak peristiwa penting yang sebelumnya tersembunyi kini mulai terungkap kembali berkat sengketa empat pulau tersebut. Fakta sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Aceh telah memainkan peran besar sehingga sejak tahun 1956, Aceh ditetapkan sebagai daerah istimewa yang terpisah dari Provinsi Sumatera Utara.

Dari sisi kepahlawanan, Aceh juga memiliki catatan yang luar biasa. Salah satu pahlawan perempuan pertama yang dengan gagah berani melawan penjajah adalah Laksamana Malahayati. Selain itu, ada pula tokoh-tokoh lain seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan lainnya yang mempertegas identitas Aceh sebagai “Tanah Rencong” — wilayah yang sarat akan sejarah, semangat juang, dan kebanggaan nasional.